Laman

Development is Freedom . . . . . . . Pembangunan Adalah Pembebasan

Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan

Minggu, 14 Desember 2014

Refleksi : Gundah Para Ayah

Minggu itu masih remang-remang saat pulang jalan-jalan pagi, sambil nongkrong di tukang serabi yang mangkal di samping sebuah rumah sederhana di pinggir jalan, tak sengaja saya mendengar percakapan pasangan suami istri pemilik rumah tersebut, “Yah, gas dan beras sudah habis lho,,,!” ujar istrinya. Suaminya hanya tersenyum dan bersiap menghidupkan motornya, namun lalu diurungkannya karena teriakan anak gadisnya dari pintu depan “Ayah, sepatu sekolah Teteh jebolnya parah banget”.
“Iyaaa,,,”, jawab sang ayah, getir terdengar di telinga saya, apalagi bagi laki-laki itu, saya bisa membayangkan langkahnya semakin terbebani pagi ini.
Saya jadi teringat pesan anak saya semalam, “Tas sekolah dede sudah gak bisa ditutup seletingnya Pa, beliin ya Pa”, dan saya hanya bisa menjawabnya dengan “Insya Allah”, sambil berharap anak saya dapat memahami apabila sore nanti tangan ini tak menjinjing apa yang dia impikan.
Tak sedikit para ayah yang setiap pagi membawa gundah mereka mengiringi perjalanannya sampai di tempat pekerjaan, baik itu keluhan sang istri tercinta tentang uang belanja bulan ini yang sudah habis, susu buat si kecil yang hanya tersisa cukup sampai sore nanti, tagihan cicilan motor, listrik dan air serta hutang di bank keliling yang mulai sering mengganggu tidur, dan segudang gundah lain yang kerap membuatnya kerap terjaga dari tidur pulasnya.
Tak sedikit ayah yang tangguh yang selalu ingin membuat anak istrinya tersenyum, meyakinkan mereka dengan sebuah kalimat yang menjanjikan, “Iyyaa, nanti ayah penuhi semuanya, kalau tidak hari ini ya besok” walaupun dadanya bergemuruh kencang dan pikirannya berputar mencari jalan keluar untuk memenuhi janji yang membuatnya semakin gundah.
Namun tak sedikit pula ayah yang rela menggadaikan iman dan integritasnya, menipu rekan kerja atau rekan bisnisnya, me-markup anggaran dengan memanipulasi angka-angka, atau berbuat curang dibalik jabatan yang dipegangnya, tapi istri dan anaknya tak pernah tahu dan tak pernah bertanya dari mana uang yang didapat  sang ayah, karena yang penting bagi mereka teredam sudah gundah hari itu.
Ada pula beberapa ayah yang terpaksa membiarkan tangannya berlumuran darah sambil menggenggam sebilah pisau dengan merebut hak orang lain demi menuntaskan gundahnya, walau akhirnya harus berakhir di penjara, walau akhirnya tangis di rumahnya tetap tak henti karena susu yang dijanjikan sang ayah tak pernah terbeli.
Cukup banyak para istri dan anak-anak yang setia menunggu kepulangan ayahnya di rumah dengan penuh harap, namun hingga malam berganti dini hari yang ditunggu tak juga kembali. Sementara lelaki yang ditunggu dengan penuh cinta oleh istri dan anaknya itu telah babak belur dan tak berkutik, sekarat meregang nyawa menahan sisa-sisa nafas terakhir setelah dihakimi massa yang geram oleh aksi kejahatan yang kerap dilakukannya. Sekali lagi, ada ayah yang rela menanggung resiko seperti itu demi segenggam gundah yang mesti ia tuntaskan.
Sungguh, diantara sekian banyak ayah yang seperti itu, saya sangat salut dengan sebagian ayah lainnya yang tetap sabar menggenggam gundahnya, membawanya sampai ke tempat pekerjaan dan tetap menggenggamnya ketika kembali ke rumah, menyertakannya dalam mimpi, mengadukannya dalam setiap sujud panjangnya di keheningan malam, dan tetap menggenggamnya hingga fajar terangi pagi, berharap Allah memberikan rejeki hari itu, agar tuntas satu persatu gundah yang ada dalam genggaman. Sebab ia tetap yakin, Allah takkan membiarkan hamba-Nya berada dalam kekufuran akibat gundah-gundah yang tak pernah terselesaikan.
Para ayah seperti inilah, yang akan menyelesaikan semua gundahnya dengan tanpa menciptakan gundah baru bagi keluarganya, karena ia takkan menyelesaikan gundahnya dengan tali gantungan, atau dengan tangan berlumur darah, atau berakhir di balik jeruji besi, atau takkan membiarkan orang tak dikenal membawa kabar buruk tentang dirinya yang hangus dibakar atau meregang nyawa dihakimi massa setelah tertangkap basah melakukan penjambretan demi membuat istri dan anaknya tetap tersenyum.
Dan saya, yang juga seorang ayah bagi anak-anak yang luar biasa, akan tetap menggenggam gundah saya dengan penuh senyum, dengan hati yang tetap riang dan penuh harap, mengikuti para ayah yang memilih melangkah ringan walaupun dengan gundah di genggaman dan bahkan dipundaknya,, Insya Allah.

“Ya Rabb,, jadikanlah anak-anakku cahaya, sehingga jalanku tetap terjaga di terang-benderang jalan-Mu,,,,”  

(disarikan dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar