Laman

Development is Freedom . . . . . . . Pembangunan Adalah Pembebasan

Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan

Sabtu, 12 Oktober 2013

Festival Masa Depan,
Sebuah Terobosan Inovatif Dalam Menyusun Visi Desa Jatisura

Ditengah jenuhnya masyarakat mengikuti proses perencanaan pembangunan (musrenbang desa) yang sering dianggap hanya formalitas belaka, muncullah sebuah kegiatan inovatif yang diberi label Festival Masa Depan yaitu sebuah kegiatan perencanaan partisipatif dalam rangka menyusun visi desa 10 tahun mendatang.
Kegiatan inovatif tersebut berlangsung di Desa Jatisura, salah satu lokasi PNPM Mandiri Perkotaan, Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Sebuah wilayah terletak di bagian utara Kabupaten Majalengka ini dikenal sebagai pusat  industry genteng, sehingga mata pencaharian masyarakatnya pun sebagian besar sebagai buruh pabrik disamping sebagai pedagang dan petani. 
Festival Masa Depan Desa Jatisura dimulai dengan diskusi kelompok masyarakat di masing-masing blok/lingkungan, kelompok diskusi tersebut terdiri dari kelompok anak-anak, remaja, ibu-ibu dan bapak-bapak. Diskusi difokuskan pada pembahasan visi Desa Jatisura 10 tahun ke depan. Hasil diskusi masing-masing kelompok tersebut disajikan dalam bentuk gambar, yaitu gambar yang menunjukkan kondisi Desa Jatisura 10 tahun ke depan. 
Selanjutnya gambar-gambar hasil diskusi kelompok dari masing-masing blok/lingkungan tersebut ditempel di dinding-dinding ruang gallery JaF (Jatiwangi art Factory, lembaga swadaya masyarakat local yang konsen melakukan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan budaya). Satu per satu gambar visi hasil diskusi tersebut dipresentasikan oleh perwakilan kelompok diskusinya, kemudian dibahas lagi dalam diskusi tahap berikutnya yang dinamakan tahap memadukan visi, yaitu memilah visi yang paling mungkin dapat diwujudkan.
“Festival Masa Depan ini merupakan kerja kolaboratif Pemerintah Desa Jatisura, Jatiwangi art Factory, serta melibatkan juga lembaga swadaya Rujak Center for Urban Studies yang sepakat untuk membuat Institut Masa Depan” demikian penjelasan Ginggi Syar Hisyam Kepala Desa Jatisura.
Festival ini melibatkan para ahli, seperti arsitek, sosiolog, antropolog, designer, ahli tata ruang, budayawan dan seniman sebagai fasilitator dan kolaborator dalam menggambarkan visi desa serta menyusun langkah-langkah untuk mencapainya. Ahli-ahli tersebut adalah para aktivis yang bergerak di bidang pemberdayaan yang berasal dari berbagai wilayah Jawa Barat yang datang secara khusus sebagai relawan atas undangan Kuwu Jatisura sebagai penggeraknya. 
Festival Masa Depan Desa Jatisura ini dilaksanakan dengan cara yang partisipatif, gembira, informal, rekreatif dan aspiratif sehingga seakan menjadi solusi bagi rendahnya partisipasi warga masyarakat dalam menyusun perencanaan pembangunan desa. Rendahnya pertisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan itu hampir menggejala di setiap desa, hal itu terjadi karena selama ini proses perencanaan pembangunan melalui Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa) hanya melibatkan tokoh-tokoh elit desa seperti Pemerintah Desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), LPM Desa (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) dan para Ketua Blok/Lingkungan dan Ketua-ketua RW/RT, sedangkan masyarakat yang diwakili oleh para elit desa tersebut tidak pernah dilibatkan, belum lagi hasil musrenbangdes tersebut tidak sepenuhnya dijadikan dasar untuk pelaksanaan pembangunan, sehingga masyarakat menjadi enggan mengikuti proses musrenbangdes.
Penyusunan visi desa yang dibungkus dengan istilah festival ini merupakan langkah inovatif yang sangat mempengaruhi animo masyarakat dalam mengikuti proses ini, karena halaman rumah atau halaman sekolah dijadikan ruang-ruang diskusinya, bahan diskusinya adalah realitas kehidupan desa yang penuh keterbatasan. Betapa bergairahnya masyarakat dalam setiap diskusi, seakan mereka tidak sedang malakukan hal besar yang menentukan masa depan desanya. Setiap orang dapat menyampaikan pendapatnya, tidak peduli bapak-bapak, ibu-ibu maupun remaja dan anak-anak, semua berbicara.
Anehnya lagi sejak dimulainya kegiatan ini tidak terdapat acara seremonial seperti sambutan-sambutan yang kadang memakan waktu lebih banyak daripada kegiatan intinya, sehingga diskusi mengalir dengan alami tanpa merasa ada yang mengawasi walaupun dihadiri oleh Kepala Desa, Camat Jatiwangi dan adapula pejabat BAPPEDA Kabupaten. 
“Masyarakat sudah bosan mendengar pidato-pidato”, demikian kata Arief Yudi seorang seniman aktivis penggerak JaF asal Desa Jatisura yang juga merupakan tokoh penting pemberdayaan masyarakat di desanya.
Sungguh sebuah pembelajaran yang luar biasa, kegiatan perencanaan partisipatif melalui pendekatan informal dan rekreatif ini membuka ruang partisipasi warga lebih luas, partisipasi yang dilandasi antusias dan kesadaran, sebuah prinsip (partisipasi) yang juga sedang diusung oleh PNPM Mandiri Perkotaan. 
Kegiatan ini sengaja dinamakan festival, untuk menarik perhatian masyarakat agar mau terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa, hal ini dilatarbelakangi oleh rendahnya partisipasi warga dalam proses perencanaan pembangunan desa apabila menggunakan istilah-istilah konvensional seperti rapat, musyawarah maupun rembug. Terbukti ketika istilahnya diganti dengan kata festival serta kegiatannya dilakukan secara informal dan dikolaborasikan dengan pendekatan seni dan budaya maka partisipasi warga pun meningkat disamping sense of belonging  warga terhadap pembangunan desapun menjadi lebih tinggi. Strategi mengganti istilah-istilah dari formal menjadi istilah informal (berbau seni) untuk menarik keterlibatan warga ini bukan hanya dilakukan pada kegiatan penyusunan visi desa, namun masih banyak lagi kegiatan yang dilaksanakan dengan cara inovatif seperti program Wisata di Kampung Sendiri, Festival Film Village yang diikuti oleh peserta dari belasan negara, Bazaar Desa yang menampilkan produk makanan maupun handycraft masyarakat setempat, Festival Musik Keramik dimana semua alat musiknya berasal dari tanah, Pameran di Rumah Warga yang memamerkan karya-karya seni dimana rumah-rumah warga dijadikan galerynya sehingga terjadi saling-kunjung antar warga, Program Jatisura Bisa Ngurus Runtah sebuah program penanganan sampah yang melibatkan seluruh warga, dan masih banyak lagi kegiatan yang dipelopori oleh Kepala Desa Jatisura sebelum kegiatan festival masa depan ini.
“Kegiatan festival masa depan dalam rangka membangun visi desa yang dilakukan dengan cara yang unik ini sebenarnya sesuai dengan prinsip-prinsip perencanaan pembangunan dalam undang-undang, sehingga diharapkan menghasilkan visi desa yang sesuai RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) dan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kabupaten”, jelas Yusmanto seorang Kasi Bappeda Kabupaten Majalengka.
Sebuah langkah inovatif dalam perjalanan panjang pemberdayaan.