Laman

Development is Freedom . . . . . . . Pembangunan Adalah Pembebasan

Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan

Minggu, 26 Februari 2012

Mimpi Pendiri Bangsa Dalam Bahaya


"Atau hendakkah kamu menjadi bangsa yang ngglenggem"? Bangsa yang'zelfgenoegzaam'? Bangsa yang angler memeteti burung perkutut dan minumteh nastelgi? Bangsa yang demikian itu pasti hancur lebur terhimpit dalam desakmendesaknya bangsa-bangsa lain yang berebut rebutan hidup!",  (Pidato Presiden Soekarno, 17 Agustus 1966).
Pada era saat dikumandangkannya pidato bung Karno yang menggelegar tersebut, Indonesia ada pada masa transisi dari bangsa yang baru mengukuhkan kemerdekaan menjadi bangsa yang sedang membangun kemerdekaannya. Pada tahun 1966 bangsa Indonesia yang telah membangun angkatan perang dengan dibantu oleh Rusia dan merupakan salah satu angkatan perang terbesar di Asia, justru dihantam dengan berbagai aksi kekacauan di dalam negeri, salah satunya oleh G-30S PKI. Karena itulah menurut sejarah yang dikenal luas di masyarakat, presiden soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret kepada Letjen Soeharto yang akhirnya akan menggantikan Bung Karno sebagai presiden melalui Tap MPR No. XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret1967.
Dan itulah pidato tujuh belas agustus terakhir Bung Karno sebagai presiden NKRI. Itulah momen terakhir hari kemerdekaan kita diisi oleh suara lantangnya sebelum kemudian beliau diasingkan oleh rezim selanjutnya. Banyak orang yang menyayangkan tersingkirnya beberapa pendiri bangsa pada era orde baru, terutama dalam mulai lunturnya berbagai nilai yang dimimpikan mereka dalam bangsa ini. Meskipun pada era orde baru Indonesia mengalami kemajuan ekonomi secara drastis, akan tetapi tidakkan kita rasakan betapa Indonesia sudah menyimpang dari mimpi para pendiri bangsa saat mengukuhkan kemerdekaan?
Sikap hidup yang utama, bukan keuntungannya. Mungkin itulah yang dipikirkan bung karno saat memutuskan Indonesia harus keluar dari PBB pada 20 Januari 1965. Pada saat itu diakuinya Malaysia yang sedang mengalami konfrontasi dengan Indonesia sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB dianggap menampar kehormatan Indonesia.
Mimpi-mimpi lain para pendiri bangsa akan negara yang kuat, bersatu, tidak terjajah dan bermartabat, seakan semakin suram sampai sekarang. Saat ini kita mempunyai gedung-gedung tinggi, pemerintah yang lengkap dengan segala kementerian, dewan, badan negara, dan lembaga, akan tetapi pertanyaannya adalan: apakah dengan adanya semua itu kita semakin bersatu, kuat, terjamin kemerdekaannya, terjamin keadilannya, dan bermartabat?
Atau kita memiliki aparatur-aparatur yang”nggelenggem”? Orang-orang di pemerintahan yang “angler” memelototi berbagai masalah yang ada sambil minum kopi manis dan membicarakannya secara normatif di media massa, berharap semua akan baik-baik saja setidaknya sampai masa jabatannya berakhir dan tanggung jawabnya beralih pada orang lain, tanpa ada tindakan tegas terhadap masalah yang ada? Semoga tidak, karena jika benar demikian dan tetap seperti demikian sampai seterusnya maka mungkin dalam beberapa waktu lagi “Bangsa yang demikian itu pasti hancur lebur terhimpit dalam desak mendesaknya bangsa-bangsa lain yang berebut rebutan hidup!”.
Pada akhirnya ada banyak hal yang harus kita lakukan untuk mencegah semakin melencengnya negara ini. Setidaknya ada tujuh hal yang penulis pikirkan:
Selesaikan berbagai issue agama yang ada di negara ini. Pertegas kembali makna pemerintah menjamin kebebasan beragama dalam UU 1945 pasal 29. Bubarkan ormas yang menimbulkan kerusuhan dan melakukan tindak kekerasan atas nama agama. Permudah pendirian semua sarana ibadah, bagaimana kita bisa mengumandangkan toleransi kalau kita tidak membiasakan diri dengan kebebasan semua agama dalam menjalankan ibadahnya? Bagaimana kita bisa mengharapkan akhlak-akhlak baik pemimpin akan muncul dari masyarakat yang religius, kalau tempat ibadah saja kita persulit? Biarkan saja masjid, pura, gereja, biara, katedral, dan klenteng jajar berjajar, karena ini negara yang menjamin kebebasan warganegaranya beribadah, kalau ada yang tidak terima itulah fungsi pemerintah untuk melindungi dan menanamkan kedamaian serta toleransi di antara warganegara.
Bersihkan dan perkuat jajaran aparat keamanan
Sediakan dana besar untuk riset dan pendidikan. Peradaban kita sudah memasuki jaman dimana berbagai tehnologi dan peralatan elektronik digunakan dalam segala kebutuhan, setidaknya pastikan bahwa semua itu juga kita kenal.
Kembangkan pertanian, pertambangan, perkebunan dan perikanan. Inilah aset terbesar bangsa kita, alam. Pastikan semua sektor tersebut menguntungan pihak kita terutama yang mengusahakan, terutama pertambangan. Contohnya freeport, ini adalah kesalahan besar pemerintahan kita membiarkan bangsa asing mengeruk tambang emas kita begitu saja.
Gunakan BPS, sms center atau web resmi pemerintah untuk melakukan survey terhadap keinginan rakyat, dalam hal isu-su terkait tindakan pemerintah. Misalnya mengenai pembangunan gedung baru DPR, pemberian BLT kembali, dan pengalihan subsidi. Di jaman dengan teknologi IT secanggih sekarang, hal itu mungkin dilakukan dengan biaya yang tidak besar.
Kurangi kuota wakil rakyat dari partai di DPR, tambahkan ahli ekonomi, para tokoh agama, seniman, budayawan, ahli hukum, dan berbagai cendekiawan. Lebih baik kita banyak dipimpin oleh mereka yang sudah jelas-jelas mengerti profesinya dan punya ideologi serta ilmu daripada hanya oleh tokoh politik yang belum jelas kecerdasannya.
Transparansi laporan pengeluaran semua kementerian dan lembaga serta hasil dari pengeluaran itu di semua web resmi masing-masing kementerian/lembaga, tentu saja kecuali militer dan intelijen. Biar rakyat yang menilai sendiri kinerja pemerintahan kita.
Dan masih begitu banyak lagi yang harus kita sampaikan dan bantu untuk pikirkan mengenai negara ini, kalau kita mau peduli. Setidaknya masih banyak yang harus mereka baca, dengarkan, pelajari dan benahi secepatnya, kalau mereka mau peduli, para pemimpin kita yang terhormat itu.(TRIBUNNEWS.COM) -

Jumat, 17 Februari 2012

Kisah Bijak Para Sufi: Gelandangan dan Wewangian


Seorang gelandangan, yang sedang berjalan-jalan di tempat orang berjualan wangi-wangian, tiba-tiba jatuh tersungkur seolah-olah mati. Orang-orang berusaha menyadarkannya dengan bau-bauan wangi, namun keadaannya malah semakin buruk.
Akhirnya, seorang bekas gelandangan datang, dan mengetahui keadaan itu. Ia menyodorkan sesuatu yang kotor di lubang hidung orang itu dan segera saja ia siuman, serunya, "Ini baru wangi-wangian!"
Perumpamaan ini cukup jelas maknanya. Al-Ghazali mempergunakannya pada abad ke-11 dalam Kimia Kebahagiaan untuk menggarisbawahi ajaran sufi bahwa hanya beberapa dari sekian benda yang kita akrabi yang memiliki pertalian dengan 'dimensi lain' (REPUBLIKA.CO.ID).
Sangat berbeda dengan kita, dimana kita malah selalu merindukan hal-hal yg berbau kemewahan, hal-hal yang glamour,,,, lebih celaka lagi,, hal yg setiap saat menjadi impian kita tsb sebenarnya tidak berada dalam genggaman kita. maka akibatnya akan membuat kita bersikap & berbuat ekstrim seperti ini ; 
1.  frustasi ; kita akan terbelenggu oleh keinginan yg muluk2 (mimpi2) yang sudah pasti tidak akan tercapai, akibatnya kita tidak akan berbuat apa2 selain berharap mimpi akan terwujud jadi kenyataan; atau sebaliknya,
2.  ambisius ; kita akan menjadi agresif dalam mengejar impian tsb, dengan berupaya sekuat kemampuan dan bahkan dgn menghalalkan segala cara, sikat kiri dan kanan, tidak peduli melanggar dan mengambil hak orang lain  demi mewujudkn impian.
Kedua alternatif kemungkinan tsb apabila dilakukan, akan membuat kita menjadi bermasalah dlm kehidupan sosial di masyarakat, yg pertama akan mengakibatkan kita apatis dan tidak produktif/inovatif selain spt sedang menunggu godot, hal yg kedua akan mengakibatkan korupsi, kesewenangan, keserakahan, ,,,,
so,,, benda yang kita akrabi berada dimana,,? pd lingkaran SOLUSI atau lingkaran Masalah?,,,,
Salam,,,,  (chik)


Kamis, 16 Februari 2012

SLANK : Birokrasi Kompleks

Pernahkah anda berhubungan dengan birokrasi dan merasa puas?
atau masih belum berubah spt yg digambarkan Slank dlm lagu ini? 




Mau bikin usaha !
Harus lewat sini, lewat sana !
Meja sini, meja sana !
Sogok sini, sogok sana !
Izin sini, izin sana !
Kompleks Birokrasi Kompleks
Mau punya jabatan
Pake.......

 topeng ini, topeng itu !
Sikut sini, sikut situ !
Bual ini, bual itu !
Jilat sini, jilat........

Mau menuntut hak
Dibelokin sini, belok sana !
Lempar sini, lempar sana !
Blokir sini, blokir sana !
Ngadu sini, ngadu .........

System memang system
Tapi jangan ngerepotin !
System cuma system
Jangan malah bikin ...... !
-----------------------------------------------------------

Lirik dikutip dr : http://musiklib.org

Selasa, 14 Februari 2012

Berutanglah Terus, Maka Jatah Rakyat Makin Kurus


Saat ini, ramai dibicarakan besarnya utang pemerintah yang jatuh tempo tahun ini. Kewajiban yang muncul akibat penerbitan surat utang maupun pinjaman langsung dari negara lain itu, sungguh fantastis. Totalnya sebesar Rp 139 triliun. Sedangkan pembayaran bunga dari utang yang masih berjalan sekitar Rp 122 triliun. Ada apa dengan utang?

Penerbitan surat utang atau meminjam dana dari luar negeri, baik melalui bilateral maupun multilateral, atau menerbitkan surat pengakuan utang, dilakukan untuk menutupi anggaran yang defisit: lebih besar pengeluaran ketimbang penerimaan. Jadi, utang selalu dianggap sebagai dewa penolong.

Seperti yang akan dilakukan pemerintah pada tahun ini. Untuk keperluan tersebut, pemerintah akan menerbitkan surat utang lagi dalam mata uang yen, yang disebut sebagai "Samurai Bond". Tujuannya, selain menambal anggaran yang masih minus, juga untuk membayar utang jatuh tempo yang sebagian besar dalam yen.

Ibaratnya, gali lubang tutup lubang, dan gali lubang lagi. Secara ekonomi, utang yang jatuh tempo – baik terjadi pada pemerintah maupun pada individu – tentu membuat kebutuhan terhadap likuiditas untuk pembayaran bertambah dari biasanya. Jika utangnya dalam bentuk yen yang terbesar, maka kebutuhan mata uang Jepang itu pun akan besar.

Dampaknya mudah ditebak. Pemerintah harus berbelanja yen untuk memenuhi kewajibannya membayar utang. Akibat ada tambahan kebutuhan terhadap yen (ditransaksikan dengan rupiah) sebagai komoditas, nilai mata uang Negeri Matahari Terbit itu berpotensi naik atau menguat.

Kemudian, dengan model anggaran yang minus, kemudian ditutupi dengan utang, bermakna kemampuan pemerintah membiayai program pembangunan makin kecil. Apalagi, dalam struktur anggaran belanja yang ada saat ini, sebanyak 60 persen digunakan untuk belanja rutin, seperti fasilitas (dari kendaraan, operasional, hingga rumah) dan gaji pegawai atau pejabat. Oh ya, ada banyak tambahan wakil menteri juga – lazimnya ikut membawa staf. Nah, barulah sisanya buat pembangunan. 

Jadi, jatah rakyat makin kurus. Sejatinya, pemerintah yang dikelilingi oleh orang-orang pintar, tentu paham dengan situasi ini. Termasuk, cara lain yang mungkin dilakukan untuk mengamankan anggaran, seperti menaikan pajak atau mengurangi subsidi. 
Apesnya, pilihan terakhir inilah yang saat ini gencar diteriakkan melalui rencana kenaikan atau pembatasan bahan bakar minyak, serta kenaikan tarif listrik. Pertanyaannya, kapan rencana belanja rutin yang memakan anggaran di atas 50 persen itu diturunkan? 

Belum pernah terdengar programnya, sekalipun sayup-sayup. Atau, kapan pajak di industri yang kerjaannya banyak menggerogoti bumi Indonesia seperti pertambangan atau perkebunan dinaikkan juga pajaknya agar tidak hanya menyisakan kerusakan lingkungan? Nyaris tak terdengar.

Justru yang paling nyaring adalah dendang dari Lapangan Banteng, tempat Departemen Keuangan bermarkas, yang tahun ini akan menerbitkan lagi surat utang senilai Rp 250 triliun. Dananya, sebagian digunakan untuk memenuhi target program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah. Dan seperti biasa, menutupi minusnya anggaran.

Inilah langkah paling mudah menutup bolongnya anggaran. Tanpa ada “pertentangan”  politik seperti pada kebijakan menaikkan pajak di sektor pertambangan misalnya, yang dimiliki oleh orang-orang terkaya di Indonesia.

Disadarai atau tidak, utang secara ideologis adalah memberi ruang berkembangnya hegemoni pemilik modal kepada negara ini. Contohnya kasat mata. Pinjam duit ke Cina untuk proyek listrik 10 ribu megawatt, kontraktornya juga harus berasal dari Cina. Satu paket. Tentu ini berlaku dengan pinjaman-pinjaman proyek lainnya.

Mau pinjam uang dari pasar keuangan melalui penerbitan surat utang, maka kiblatnya harus dipindah ke lembaga pemeringkat dan pengelola modal swasta. Sekali lembaga pemeringkat menggoyang tingkat risiko investasi Indonesia, para calon pembeli surat utang minta imbal hasil yang lebih besar. Semuanya serba bermasalah.

Karena itu sebenarnya, pilihan cukup bijak adalah: efisiensi belanja rutin (gaji dan fasilitas), atau naikkan penerimaan pajak dari industri pertambangan dan perkebunan – ingat, lahan yang dipakai dan dikeruk adalah milik rakyat Indonesia. Sungguh tragis, jika pemiliknya hanya kebagian dampak negatif.

Janganlah kebiasaan tak elok justru dijadikan hobi: gertak rakyat dengan pengurangan subsidi, atau menerbitkan surat utang. Apalagi, saat ini rakyat masih dipaksa menikmati jalan yang rusak, buruknya fasilitas publik, dan subsidi dicabut pula ketika pendapatan rakyat belum siap menambalnya. 

Insyaflah wahai para pemimpin negeri.
Oleh Herry Gunawan | Newsroom Blog – Min, 12 Feb 2012
Herry Gunawan adalah mantan wartawan dan konsultan, kini sebagai penulis dan pendiri situs inspiratif: http://plasadana.com

Wartawan Diminta Serahkan Daftar Pertanyaan untuk SBY


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengadakan tanya jawab dengan para wartawan yang sehari-hari meliput di kompleks Istana Kepresidenan RI. Tanya jawab yang berlangsung sekitar 90 menit itu terdiri dari 16 pertanyaan dan dijawab langsung oleh Presiden di Istana Negara Jakarta, Senin (13/2/2012), malam.

Tanya jawab antara wartawan dengan Presiden ini terlaksana setelah pekan lalu rencananya akan diselenggarakan namun ditunda hingga akhirnya berlangsung semalam, menjelang perayaan Hari Valentine 14 Februari 2012. Namun, sebelum tanya jawab berlangsung jauh-jauh hari staf Presiden meminta para wartawan menyiapkan daftar materi pertanyaan apa saja yang akan ditanyakan kepada Presiden.

Para wartawan pun berlomba-lomba mendaftarkan pertanyaan yang akan diajukan. Awalnya cara staf Presiden, melalui jasa seorang wartawan, meminta lebih dahulu daftar pertanyaan kepada wartawan di Istana sempat memicu polemik di kalangan wartawan. Akan ada kesan pertanyaan yang akan diajukan kepada Presiden hendak diatur-atur.

Sebab tentu bukan jawaban surprise dan spontanitas yang akan keluar dari Presiden jika pertanyaannya dibocorkan lebih dahulu. Seorang wartawan media nasional, sempat menganggap aneh metode tanya jawab wartawan dengan Presiden.

Akhirnya, para wartawan pun mengalah dan bersedia mendaftarkan pertanyaan kepada staf Presiden untuk selanjutnya disiapkan jawabannya untuk dijawab langsung oleh Presiden.

Dalam tanya jawab semalam, Presiden pun dengan tangkas menjawab semua pertanyaan wartawan apalagi Presiden sudah tahu semua yang akan ditanyakan para wartawan.

Psikolog Politik, Hamdi Muluk, dalam sebuah dialog di televisi swasta nasional semalam menyebut tanya jawab antara Presiden dengan wartawan mirip dengan cara tanya jawab yang dilakukan Presiden Soeharto dengan para petani pada zaman Orde Baru.

Senin, 13 Februari 2012

Soal Piramida Butuh Penelitian Geologis



VIVAnews - Profesor Stephen Oppenheimer begitu sohor di Asia Tenggara setelah menerbitkan buku berjudul “Eden in The East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara”. Buku itu terbit pada tahun 1998. Buku ilmiah  itu diramu dari pengalamannya menjadi dokter di sejumlah negara di Pasifik dan Asia Tenggara. 


Dia menjadi dokter di kawasan itu antara tahun 1973 hingga 1990-an. Pengalaman menjadi dokter bertahun-tahun itu diramu dengan  temuan genetika, geologi, arkeologi, sejarah, bahasa dan kelautan, maka lahirlah buku tadi. 

Dalam buku itu Oppenheimer menulis tentang benua yang hilang di Asia Tenggara, sebuah dataran yang dua kali lebih luas dari India masa kini. Dataran itu dulu menyatukan Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera dengan daratan Asia. 

Setidaknya--- begitu ia menulis dalam buku itu --tiga kali “banjir besar” menenggelamkan sebagian besar daratan itu, yang menurut Oppenheimer membuat rakyat berpencar ke berbagai penjuru terutama Pasifik.  Sepanjang karirnya sebagai dokter, Oppenheimer  pernah bertugas  di Malaysia, Papua Nugini, Hong Kong, Nepal dan Kenya. 

Banjir besar terakhir itu, kata Oppenheimer yang juga menjadi konsultan acara “The Incredible Human Journey” di BBC itu, terjadi pada 8.000 tahun yang lalu.

Cerita  Oppenheimer ini disebut sejumlah kalangan nyambung dengan cerita Atlantis yang hilang, meski dosen di School of Anthropology Universitas Oxford ini menghindar jika kesimpulannya itu dikaitkan dengan mitos itu. 

Penjelasan Oppenheimer ramai diperbincangkan belakangan ini di tengah  Tim Katastrofi Purba yang dibentuk Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief  melakukan penelitian  pada sejumlah tempat yang diduga bersejarah, yang  menguatkan dugaan  adanya bencana besar yang membuat sejumlah peradaban tertimbun.

Tim juga menemukan indikasi bangunan kuno yang berdasarkan uji karbon atas arang yang ditemukan di dekatnya mendekati usia 6.700 tahun yang lalu.

Bagaimana pendapat Oppenheimer yang lulus Fakultas Kedokteran University of London pada 1971 itu mengenai temuan-temuan Tim dari Istana itu? Oppenheimer menjawabnya kepada Afri Bambani dari VIVAnews dalam wawancara khusus di Grand Bali Beach, Denpasar Bali, Rabu 8 Februari 2012.

Dari sejumlah temuan terakhir, tidakkah Anda melihat ada cukup bukti keberadaan piramida di sini? 
Yang paling penting dari soal piramida ini adalah memastikan apakah temuan itu sebuah monumen atau sebuah struktur geologi.  Dulu ada orang  yang menemukan sebuah bangunan di bawah air di Yonaguni Jepang. Setelah ditelitii ternyata itu bukanlah monumen, melainkan sebuah struktur geologi.
Sebuah formasi bebatuan, namun mungkin ada modifikasi di atasnya. Yonaguni adalah sebuah contoh, dari sebuah struktur geologis, yang terlihat seperti monumen tapi bukan monumen. 
[Yonaguni adalah sebuah kawasan paling selatan Jepang yang bersisian dengan perairan Taiwan. Tahun 1998, penyelam menemukan struktur bebatuan yang terlihat tertatah rapi di dasar laut.]
Apakah sudah ada kesimpulan final bahwa Yonaguni adalah struktur geologis? 
Saya membaca tentang itu. Saya memang bukan geolog, namun ada seorang geolog yang tertarik. Dia lalu ke sana menyelam untuk memastikan nya.
Bukankah soal ini Anda singgung juga di buku “Eden in the East”?
O, iya. Buku saya dicetak di tahun 1998, dan gambar Yonaguni  itu ada.  Penerbit saya mengatakan masukkan dia ke dalam.  Jika Anda membaca versi Bahasa Inggris, Anda akan menemukan kualifikasi Yonaguni itu. Apakah buatan manusia, dimodifikasi manusia, atau sebuah struktur geologis.
Jadi Anda harus paham apa arti ungkapan ilmiah “dismissal”.  Intinya adalah bahwa saya tidak mengatakan bahwa saya tidak percaya, saya hanya membutuhkan bukti lebih lanjut, baru saya bisa berkomentar.
Apakah Anda tidak melihat bukti dari penemuan terakhir di Gunung Sadahurip
Semua yang saya lihat di VIVAnews, sebuah gambar formasi bebatuan yang mungkin saja gunung vulkanik. Itu hanya gambar. Apa yang kita butuhkan adalah sebuah penyelidikan geologis. Tapi saya perlu tekankan sekali lagi bahwa bukan berarti saya tidak percaya. Saya hanya minta bukti lebih lanjut.  Dan bukti itu harus dipublikasikan di jurnal ilmiah. [Oppenheimer lalu meminta VIVAnews membuka bukunya, Eden in the East]
Semua apa yang saya jelaskan itu ada dibuku ini. Buku ini diterbitkan di Inggris tahun 1998. Namun kami menambahkan kata pegantar baru. Kami melakukan banyak riset. Dan mempublikasikan riset-riset itu dalam jurnal ilmiah.
Saya juga menjelaskan hasil riset-riset itu dalam buku ini. Anda bisa lihat referensinya di kata pengantar baru, di bagian belakang buku, bahwa hasil riset-riset itu telah dipublikasikan di banyak jurnal.
Nah, kini yang ingin saya sampaikan kepada Anda adalah bahwa saya belum melihat bukti publikasi mengenai penemuan di Gunung Sadahurip.  

Anda mengatakan, sebuah kebudayaan besar harus memiliki sistem bercocok-tanam, pengetahuan berlayar, dan lain-lain. Tidakkah Anda melihatnya di sini? 
Saya melihatnya.  Di Indonesia Anda melihat hewan peliharaan bernama sapi. Dahulu kala, sapi itu didomestikasi di Banteng. Itu sudah dulu sekali. Ayam yang kami punyai di Barat, juga didomestikasi di sini. Usia domestikasi ayam 16.000 tahun lampau. Juga babi dan anjing , semuanya didomestikasi di semenanjung Melayu.
Kerbau juga didomestikasi di sini. Gambarnya muncul di relief di Mesopotamia tiga ribu tahun sebelum Masehi. Jadi jelas bahwa hewan peliharaan datang dari Asia Tenggara ke peradaban Barat. Itu bukti gambar. Tanah air kerbau rawa itu adalah di sini,  tapi muncul 4.500 tahun yang lalu di Mesopotamia.
Bukti lain adalah orang berlayar. Jika melihat genetika manusia,  maka Anda akan melihat bahwa karena kenaikan permukaan air laut maka orang keluar, berpencar ke Malaka, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Mereka pasti pergi dengan naik perahu. Pada tahap pertama, mereka pergi ke tempat terdekat seperti Sulawesi, Lombok, Sumba dan Filipina.
Dan Bali?
Dulu Bali terkoneksi dengan Jawa. Bali adalah  bagian dari daratan utama (Sundaland). Lombok adalah pulau pertama sebelum kenaikan muka air laut.
Jika Anda mencari bukti dalam dunia pelayaran, maka Anda akan mendapat bukti penangkapan ikan di Timor. Di sana ada alat pemancingan ikan dari 10 ribu tahun lampau.  Ada juga alat dari kerang.  Alat dari kerang yang ditemukan di timur Indonesia itu, sangat mirip dengan yang saya temukan di Pasific. Sangat tua.
Elemen zaman batu muda (neolitik) adalah domestikasi, keramik dan pelayaran. Ingat, pertanian bukan satu-satunya bentuk domestikasi. Yang telah didomestikasi di Indonesia adalah umbi-umbian seperti talas dan ketela. Dan Papua adalah pisang.  Pisang pertama di dunia datang dari Papua dan usianya 10 ribu tahun.
Itu bukti genetika?
Bukan. Itu bukti arkeologis.
Bagaimana dengan padi? Saya pernah baca DNA beras datang dari India? 
Cerita genetika padi  sangat rumit. Mari mulai dengan penanggalan arkeologis, lebih mudah. Lalu baru balik ke genetika. Padi tertua yang ditemukan di Sarawak, Kalimantan. Padi ditemukan di pot yang retak. Di dalamnya ditemukan butiran padi  dan kapur. Ilmuwan lalu menggunakan karbon dari padi  itu untuk mengetahui penanggalannya. Dan angkanya 5.200 tahun lalu.
Namun beras ini datang dari semenanjung Melayu dan agak terlokalisir di utara Kalimantan. Di timur Indonesia, padi tak ada sampai 2000 tahun lalu. Jadi agak baru. Jawa juga relatif terlambat, namun saya lupa angka pastinya.
Jadi, apa yang dimakan nenek moyang kami?
Umbi-umbian seperti talas dan sagu. Sagu ini cukup penting karena tumbuh liar. Di Mentawai, di pulau lepas pantai Sumatera Barat, mereka memanen sagu. Sagu juga penting di Papua. Satu-satunya umbi-umbian yang tidak dari sini adalah ubi jalar. Dia dari Amerika. Selain itu, semuanya didomestikasi di sini.  Juga ada pisang, kacang kenari dan kelapa yang didomestikasi di sini.
Kembali ke sagu, ada sebuah riset mengenai Kerajaan Sriwijaya bahwa rahasia kebesarannya salah satunya sagu. Mereka tak harus menanamnya, cukup tebang, biarkan seminggu lalu Anda akan dapatkan sagu. Bagaimana dengan itu?
Teknologi untuk sagu ini sangat tua. Anda menemukannya di seluruh Papua dan Pasifik juga. Tidak harus ditanam. Dengan sagu, orang-orang bisa berdiam di satu tempat. Mereka tidak harus berpindah-pindah seperti pemburu dan peramu. Di daerah rawa, Anda akan dapat banyak sagu.
Orang-orang Polinesia tidak menanam padi. Mereka makan sagu, talas, dan ketela. Namun produk mereka ini datang dari sini.
Kembali ke pertanyaan pertama Anda, saya tidak bermaksud mencari sebuah monumen. Jika seseorang menemukan monumen dan sangat bangga, itu jelas sangat baik.
Sebuah monumen adalah sebuah peradaban. Karena Anda harus memiliki peradaban untuk membangun monumen. Namun Anda tidak harus memiliki monumen untuk membuktikan peradaban di masa neolitik.
Monumen adalah puncak, produk final dari peradaban. Akar dari peradaban adalah bagaimana memberi makan rakyat dan bagaimana menyelamatkan diri. Berlayar adalah keterampilan neolitik, bukan keterampilan masa berburu dan meramu.
Berlayar adalah bukti dari kegiatan neolitik. Menangkap ikan dengan alat-alat kompleks adalah bukti peradaban. Tanpa pasokan makanan besar-besaran, Anda tak bisa memberi makan populasi yang membangun kota atau monumen. 

Apakah itu berarti orang Bugis sebagai contohnya karena memiliki keterampilan berlayar paling hebat?
Anda akan melihatnya besok di presentasi. Umumnya ekspansi populasi terjadi ketika banjir terjadi, terkonsentrasi di Sulawesi, kampung halaman orang Bugis. Tidak hanya Bugis, tapi juga orang Bajo atau Orang Laut
[Presentasi dimaksud Oppenheimer keynote speech di Konferensi Studi Indonesia yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya di Hotel Inna Grand Bali Beach, pada Kamis 9 Februari 2012]
Ketika saya menulis buku ini, saya menawarkan “Hipotesis Dua Kereta.” Ada arus migrasi yang terjadi beribu tahun lampau, yang terjadi jauh sebelum angka yang diteorikan antropolog Australia, Peter Bellwood. Bellwood menyebut 3.500 tahun yang lalu, tapi ada yang jauh lebih lampau lagi.
Bellwood berteori bahwa orang-orang datang dari Taiwan, menyebar di Indonesia dan Filipina dan membunuh semua orang di daerah itu. Saya membantah teori itu.  Sebab yang terjadi sesungguhnya adalah sebaliknya. Orang-orang Taiwan berasal dari sini.
Dalam hipotesis saya, ada dua migrasi. Migrasi pertama 6.000 tahun yang lalu. Saya berargumen mereka mengkoloni sebagian Papua Nugini, Kepulauan Bismarck dan Kepulauan Admiralty. Mereka berdagang bebatuan obsidian dari sana ke Sabah. Maksud saya, dari 6.000 tahun lalu, orang menetap di sini, (Oppenheimer menunjuk peta kepulauan Bismarck), dan lalu terjadi pertukaran teknologi.
Apakah mereka dari Maluku?
Iya. Bahkan lebih ke barat; Kalimantan dan Sulawesi. Namun tidak lebih jauh lagi. 
Kemudian ada arus orang datang lagi. Lebih sedikit dari yang pertama. Namun dengan teknologi berlayar yang maju sekitar 3.500 tahun lalu. Teknologi baru ini mendorong pergerakan ke seluruh Pasifik. Jadi, ada kereta lambat dan kereta cepat yang umumnya memakai teknologi. Sedikit yang bawa genetika namun banyak bawa teknologi.

Dan pusat penyebaran ke Polinesia ini di Pulau Bismarck. Hal ini dijelaskan dalam makalah baru yang akan diterbitkan. Ada makalah baru di sini .
(Oppenheimer menunjuk daftar pustaka bukunya yang merujuk pada makalah yang ditulisnya bersama P Soares, J Trejaut, Catherine Hill, Maru Mormina, dan lain-lain di tahun 2008 berjudul“Climate Change and post-glacial human dispersal in southeast Asia” dalam Jurnal Molecular Biology and Evolution).
Kami memberi penanggalan atas penanda genetika yang menyebar di Pasifik, yang berasal dari kawasan Bismarck ini dan nenek moyangnya berasal dari 8.000 tahun lalu saat banjir terakhir. Ini jelas cocok dengan banjir terakhir. Jadi, kami melihat bahwa ada kereta lambat yang datang 8.000 tahun lalu dan tiba-tiba berkembang di seluruh Pasifik.
Mengenai pengembangan teknologi ini, coba lihat kata-kata yang terkait pelayaran, hampir semuanya datang dari Indonesia, bukan dari Taiwan. Perahu, Anda tak menemukannya di Taiwan. Jadi, pelaut sebenarnya datang dari kawasan Indonesia ini. Ini sudah diketahui dari dulu, namun tak diacuhkan.
Anda juga mengatakan, beberapa teknologi dibawa ke Barat dari sini. Bagaimana dengan genetika?
Itu sulit. Ada populasi yang sangat besar di Barat. Namun ada pergerakan teknologi, ayam dan babi. Kerbau pergi ke Mesopotamia. Gambar kerbau tiba di Mesopotamia pada milenium ketiga sebelum Masehi. Itu bukti gambar bahwa mereka datang dari sini ke Mesopotamia.
Juga ada cerita terstruktur mengenai banjir. Dalam catatan Sumeria, ada catatan mengenai banjir. Mereka mencatat banjir yang terakhir 8.000 tahun lalu.
Bagaimana dengan teknologi bangunan seperti piramida? 
Itu jika Anda menemukan piramida di sini. Masalahnya adalah bahwa piramida itu adalah struktur sederhana. Arkeolog akan berargumen bahwa bisa saja piramida itu ada, sebab itu struktur sederhana.
Banyak orang berkata Atlantis di sini, namun arkeolog akan berkata, “terus bagaimana?” Karena itu juga struktur sederhana. Jika Anda mengunjungi candi di Jawa, naiki saja, dan dia bisa seperti piramida. Namun jika benar ada piramida di sini yang lebih tua dari yang ada di Mesir, tentu sangat signifikan.
Karena itu saya harus hati-hati, karena Anda bisa menghabiskan waktu untuk memburunya. Dan jika ternyata itu adalah  gunung, jelas Anda akan mendapat malu.
Di Indonesia, ada dua genetika utama, Austronesia dan Melanesia. Mengapa mereka sangat berbeda? 
Austronesia adalah keluarga bahasa. Anda salah menyatakan bahasa untuk rasa. Austronesia sebuah keluarga bahasa yang menyebar sampai ke Pasifik. Bahasa tidak setara dengan ras. Saya ambil contoh, Orang Prancis berbicara seperti bahasa yang mirip Bahasa Latin hari ini. Namun 2.000 tahun lalu, mereka berbicara dengan bahasa yang mirip Bahasa Celtic.
Orang Prancis mengubah bahasa mereka di masa Imperium Romawi. Ini seperti Singapura, mereka menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa umum. Lihat, bahasa tidak setara dengan ras, tidak setara dengan arus genetika.
Jika Anda melihat orang Papua Nugini, mereka yang tinggal di pesisir, berbicara bahasa Austronesia. Namun mereka sangat hitam dan berambut keriting. Jadi, bahasa tidak setara dengan ras. Bahasa bukan bukti dari penyebaran orang dari Taiwan.
Pertanyaan lain, lupakan bahasa, di Papua Nugini sendiri terdapat empat keluarga bahasa.
Apakah itu berarti orang Papua Nugini sangat tua secara genetis? 
Ya, mereka sangat tua. Penemuan arkeologi terakhir 45 ribu tahun dan seharusnya lebih tua lagi. Di Australia, tahun perkiraannya 60.000 tahun yang lalu. Katakanlah, orang datang dari Afrika ke sini 70.000 tahun yang lalu, setelah letusan Gunung Toba; lihat mereka sangat cepat sampai ke Papua Nugini dan Australia.
Jika melihat genetika di Papua Nugini dan Australia, terlihat mereka di koloni pada masa yang hampir bersamaan. Dan sepanjang masa mencapai Australia dan Nugini, 60.000 tahun lalu, orang harus menyeberang lautan untuk mencapainya.
Bagaimana mereka melakukannya?
Dengan kapal atau rakit. Beberapa orang mengatakan mungkin saja dengan mengapung tak sengaja. Namun itu hanya satu orang, akan sangat beruntung jika dua orang. Namun buktinya, bukti kolonisasi di Australia dilakukan banyak orang dari garis keturunan berbeda-beda. Ini memang tak mudah namun bukan tak mungkin dengan rakit.
Jangan lupa, ada Kepulauan Solomon di Pasifik. Mereka sampai di sana 30.000 tahun yang lalu. Mereka sudah berlayar, berkano, lebih dari ratusan mil.
Garis di sini, yang memisahkan Bali dan Lombok, Sulawesi dan Kalimantan—garis Wallace, telah menjebak orang di sini (Papua Nugini) dalam isolasi relatif. Anda tahu maksudnya relatif? Sebagian. Jika Anda bisa mencapai Indonesia timur, Anda bisa ke sana lagi. Garis Wallace ini seperti penghalang, seperti filter. 
Jadi, orang-orang di sini (Papua Nugini dan Australia), relatif tidak tercampur. Mereka hampir seperti pendatang pertama.  Orang-orang Nugini terlihat seperti orang Afrika.
Lalu apa yang menyebabkan perbedaan tampilan?
Jika Anda melihat perubahan pada orang-orang non-Afrika, ada perubahan namun tidak besar. Beberapa di antaranya hanya mengalami perubahan yang sangat kecil. Saya beri contoh orang Eropa yang berkulit pucat.
Alasan berkulit pucat karena mutasi tunggal pada enzim yang bertanggung jawab membuat kulit gelap. Mutasi ini mengganggu produksi melanin pada orang Eropa. Mereka tinggal di utara dan cuaca kerap hampir tanpa matahari, sementara vitamin D diproduksi dengan bantuan matahari.
Jika orang-orang Eropa tak berkulit pucat, mereka bisa kekurangan vitamin D. Jadi mutasi adalah adaptasi terhadap kehidupan di utara.
Orang-orang China punya mutasi yang berbeda lagi sehingga membuat mereka memiliki kulit pucat namun rambut tidak menjadi pirang. Mereka beradaptasi dengan cara yang sama dengan orang yang tinggal di utara. Bahkan di India, Anda bisa melihat orang di utara India yang memiliki kulit lebih pucat.
• VIVAnews (Wawancara Profesor Stephen Oppenheimer).

Kamis, 09 Februari 2012

Merekonstruksi Paradigma Korupsi, bisakah,,,,,?



Bila "kenakalan" telah menjadi fenomena sosial dan kultural di kalangan orang-orang tua (birokrasi, legislasi, yudikasi, parpol, danlaenlaen), atau bila korupsi malah dijadikan simbol dan jaringan heroistik mereka bahkan dijadikan simbol prestise, maka tentulah ada yang salah dalam bangunan kehidupan  ini, tentu ada yang rawan dalam kontruksi keluarga, atau ada yg rancu dalam menyikapi tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sebab bila tidak, mengapa suatu perilaku disnormatif atau kontra yuridis (korupsi) pada saat ini seakan-akan dijadikan simbol gaya hidup di kalangan tertentu?
Betapa tidak, saat ini kesuksesan karir seseorang diukur dengan berapa banyak uang dihasilkan dari jabatan yang disandangnya (tidak peduli sumbernya dari mana dan bgmana cara mendapatkannya), 
Loyalitas pada negara diplesetkan jadi loyalitas kpda pimpinan, dgn penyerahan diri secara total - tanpa reserve - bahkan cenderung menjilat,, sehingga perintah pimpinan dianggap sbg titah Tuhan, sehingga bila diperintah menggelapkan anggaranpun akan dilaksanakan atas-nama loyalitas,,
Perhatikan lagi apa yang terjadi di masyarakat (awam), masyarakat kita begitu permisif terhadap tindak korupsi, hadiah dan tanda terimakasih jd semacam kepatutan yg harus diberikan oleh bawahan kepada atasan, dari pemenang tender kepada pihak-pihak ttt, masyarakat/kelompok yang mendapatkan bantuan atau program juga yg duitnya recehan pun selalu menyisihkan anggaran untuk itu, bahkan akan merelakan bila dana yg diterimanya "sisa-disunat sekalipun,,,”
Mari  lihat pula ke dalam rumah2, keluarga, masih banyak orangtua yg dengan senanghati menyediakan uang puluhan bahkan sampe ratusan juta bagi anaknya yang baru lulus kuliah untuk "membeli pekerjaan" (nyogok, nyuap, pelicin, nitipin, dan entah apa lagi namanya, yg harusnya persaingan di bursa kerja tu mengandalkan kecerdasan, kepintaran & kapasitas sesuai jenis pekerjaan yg ditawarkan, bukan dgn gede-gedean sogokan), kenapa bila kita punya uang seperti itu tidak dijadkan modal agar si anak memiliki jiwa enterpreneurhip?
Demikian parah kondisi persepsi kita tentang korupsi, hal yang salah & hina sekalipun dianggap sebuah kebenaran, bisakah direkonstruksi,,,,???
Sebelum jauh masuk ke dalam jurang frustrasi, mari kita renungkan dan jawab pertanyaan berikut dengan hati nurani :
1. Bila semua bawahan berani mengatakan "TIDAK" kepada pimpinan yang bobrok, yang mengajak atau menyuruh korupsi, yang suka minta "japrem" alias prosentase dari setiap anggaran yang turun,,,, apakah semua bawahannya akan dipecat/ditahan kenaikan pangkat/jabatannya? ataukah proses promosi pangkat-jabatan akan tetap berlangsung dengan memilih bawahan yg tadi mengatakan TIDAK tapi punya prestasi lebih....??
2. Bila semua pemenang tender,  masyarakat/kelompok yang mendapatkan bantuan atau program, berani mengatakan "TIDAK" ketika anggaranya disunat/dipotong dan berani TIDAK menjanjikan tandaterimakasih,,,, apakah proyek atau program yg sudah direncanakan tersebut akan dibatalkan?,,,,, atau proyek/program tsb pada akhirnya akan dilaksanakan dengan memilih perusahaan /kelompok /masyarakat yg paling memenuhi syarat....?
3. Bila semua pencari kerja (peminat Pegawai), "TIDAK" menyuap/nyogok dsb,,,, apakah posisi pegawai/jabatan yg kosong tsb akan dibiarkan kosong,,,,? atau pada akhirnya akan diisi oleh orang yang tidak nyuap/nyogok tapi memiliki kelebihan dibanding lainnya setelah dilakukan seleksi yang bersih,,,,?
4. Bila mau jadi Pegawai saja mesti menyediakan uang sebanyak itu, bagaimana nasib anak2 kita yg pandai tapi tidak mampu? pantaskah disisihkan oleh orang yang bodoh tp mampu membayar? 
,,,,,,,,
Jawaban berdasarkan nurani tersebut niscaya akan menggiring kita ke arah paradigma baru, dari paradigma "Hidup Di Jaman Edan, Harus Ikut Edan, Bila Tidak - Maka Tidak Akan Kebagian" menjadi paradigm "Hidup Lebih Terhormat Bila Hidup Berjalan Di Atas Prinsip".
Menurut Steven Covey, hidup dengan berfokus pada PRInSIP akan membuat kita menjadi orang yg pro-aktif, bertanggungjawab atas pilihan tindakan kita, dan akan membuat kita menjadi manager bagi diri kita sendiri".
Merekonstruksi paradigma korupsi, bukan persoalan Bisa Atau Tidak-Bisa, tapi Mau Atau Tidak-Mau",,,,,,!
Salam,,,,.

Kamis, 02 Februari 2012

PANCASILA Kita Digerogoti Predator




(Inilah musuh besar)
PANCASILA

1. Keuangan yang mahakuasa
2. Korupsi yang fatal dan merata
3. Persatuan mafia-hukum Indonesia
4. Kesewenangan yang didorong oleh nikmat keduniawian, keserakahan dan persekongkolan
5. Kesenjangan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

,,,,
,,,,

Mari  berantas musuh besar PANCASILA
Semoga Indonesia (tetap) Raya