VIVAnews - Profesor Stephen Oppenheimer begitu sohor di Asia Tenggara setelah menerbitkan buku berjudul “Eden in The East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara”. Buku itu terbit pada tahun 1998. Buku ilmiah itu diramu dari pengalamannya menjadi dokter di sejumlah negara di Pasifik dan Asia Tenggara.
Dia menjadi dokter di kawasan itu antara tahun 1973 hingga 1990-an. Pengalaman menjadi dokter bertahun-tahun itu diramu dengan temuan genetika, geologi, arkeologi, sejarah, bahasa dan kelautan, maka lahirlah buku tadi.
Dalam buku itu Oppenheimer menulis tentang benua yang hilang di Asia Tenggara, sebuah dataran yang dua kali lebih luas dari India masa kini. Dataran itu dulu menyatukan Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera dengan daratan Asia.
Setidaknya--- begitu ia menulis dalam buku itu --tiga kali “banjir besar” menenggelamkan sebagian besar daratan itu, yang menurut Oppenheimer membuat rakyat berpencar ke berbagai penjuru terutama Pasifik. Sepanjang karirnya sebagai dokter, Oppenheimer pernah bertugas di Malaysia, Papua Nugini, Hong Kong, Nepal dan Kenya.
Banjir besar terakhir itu, kata Oppenheimer yang juga menjadi konsultan acara “The Incredible Human Journey” di BBC itu, terjadi pada 8.000 tahun yang lalu.
Cerita Oppenheimer ini disebut sejumlah kalangan nyambung dengan cerita Atlantis yang hilang, meski dosen di School of Anthropology Universitas Oxford ini menghindar jika kesimpulannya itu dikaitkan dengan mitos itu.
Penjelasan Oppenheimer ramai diperbincangkan belakangan ini di tengah Tim Katastrofi Purba yang dibentuk Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief melakukan penelitian pada sejumlah tempat yang diduga bersejarah, yang menguatkan dugaan adanya bencana besar yang membuat sejumlah peradaban tertimbun.
Tim juga menemukan indikasi bangunan kuno yang berdasarkan uji karbon atas arang yang ditemukan di dekatnya mendekati usia 6.700 tahun yang lalu.
Bagaimana pendapat Oppenheimer yang lulus Fakultas Kedokteran University of London pada 1971 itu mengenai temuan-temuan Tim dari Istana itu? Oppenheimer menjawabnya kepada Afri Bambani dari VIVAnews dalam wawancara khusus di Grand Bali Beach, Denpasar Bali, Rabu 8 Februari 2012.
Dari sejumlah temuan terakhir, tidakkah Anda melihat ada cukup bukti keberadaan piramida di sini?
Yang paling penting dari soal piramida ini adalah memastikan apakah temuan itu sebuah monumen atau sebuah struktur geologi. Dulu ada orang yang menemukan sebuah bangunan di bawah air di Yonaguni Jepang. Setelah ditelitii ternyata itu bukanlah monumen, melainkan sebuah struktur geologi.
Sebuah formasi bebatuan, namun mungkin ada modifikasi di atasnya. Yonaguni adalah sebuah contoh, dari sebuah struktur geologis, yang terlihat seperti monumen tapi bukan monumen.
[Yonaguni adalah sebuah kawasan paling selatan Jepang yang bersisian dengan perairan Taiwan. Tahun 1998, penyelam menemukan struktur bebatuan yang terlihat tertatah rapi di dasar laut.]
Apakah sudah ada kesimpulan final bahwa Yonaguni adalah struktur geologis?
Saya membaca tentang itu. Saya memang bukan geolog, namun ada seorang geolog yang tertarik. Dia lalu ke sana menyelam untuk memastikan nya.
Bukankah soal ini Anda singgung juga di buku “Eden in the East”?
O, iya. Buku saya dicetak di tahun 1998, dan gambar Yonaguni itu ada. Penerbit saya mengatakan masukkan dia ke dalam. Jika Anda membaca versi Bahasa Inggris, Anda akan menemukan kualifikasi Yonaguni itu. Apakah buatan manusia, dimodifikasi manusia, atau sebuah struktur geologis.
Jadi Anda harus paham apa arti ungkapan ilmiah “dismissal”. Intinya adalah bahwa saya tidak mengatakan bahwa saya tidak percaya, saya hanya membutuhkan bukti lebih lanjut, baru saya bisa berkomentar.
Apakah Anda tidak melihat bukti dari penemuan terakhir di Gunung Sadahurip
Semua yang saya lihat di VIVAnews, sebuah gambar formasi bebatuan yang mungkin saja gunung vulkanik. Itu hanya gambar. Apa yang kita butuhkan adalah sebuah penyelidikan geologis. Tapi saya perlu tekankan sekali lagi bahwa bukan berarti saya tidak percaya. Saya hanya minta bukti lebih lanjut. Dan bukti itu harus dipublikasikan di jurnal ilmiah. [Oppenheimer lalu meminta VIVAnews membuka bukunya, Eden in the East]
Semua apa yang saya jelaskan itu ada dibuku ini. Buku ini diterbitkan di Inggris tahun 1998. Namun kami menambahkan kata pegantar baru. Kami melakukan banyak riset. Dan mempublikasikan riset-riset itu dalam jurnal ilmiah.
Saya juga menjelaskan hasil riset-riset itu dalam buku ini. Anda bisa lihat referensinya di kata pengantar baru, di bagian belakang buku, bahwa hasil riset-riset itu telah dipublikasikan di banyak jurnal.
Nah, kini yang ingin saya sampaikan kepada Anda adalah bahwa saya belum melihat bukti publikasi mengenai penemuan di Gunung Sadahurip.
Anda mengatakan, sebuah kebudayaan besar harus memiliki sistem bercocok-tanam, pengetahuan berlayar, dan lain-lain. Tidakkah Anda melihatnya di sini?
Saya melihatnya. Di Indonesia Anda melihat hewan peliharaan bernama sapi. Dahulu kala, sapi itu didomestikasi di Banteng. Itu sudah dulu sekali. Ayam yang kami punyai di Barat, juga didomestikasi di sini. Usia domestikasi ayam 16.000 tahun lampau. Juga babi dan anjing , semuanya didomestikasi di semenanjung Melayu.
Kerbau juga didomestikasi di sini. Gambarnya muncul di relief di Mesopotamia tiga ribu tahun sebelum Masehi. Jadi jelas bahwa hewan peliharaan datang dari Asia Tenggara ke peradaban Barat. Itu bukti gambar. Tanah air kerbau rawa itu adalah di sini, tapi muncul 4.500 tahun yang lalu di Mesopotamia.
Bukti lain adalah orang berlayar. Jika melihat genetika manusia, maka Anda akan melihat bahwa karena kenaikan permukaan air laut maka orang keluar, berpencar ke Malaka, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Mereka pasti pergi dengan naik perahu. Pada tahap pertama, mereka pergi ke tempat terdekat seperti Sulawesi, Lombok, Sumba dan Filipina.
Dan Bali?
Dulu Bali terkoneksi dengan Jawa. Bali adalah bagian dari daratan utama (Sundaland). Lombok adalah pulau pertama sebelum kenaikan muka air laut.
Jika Anda mencari bukti dalam dunia pelayaran, maka Anda akan mendapat bukti penangkapan ikan di Timor. Di sana ada alat pemancingan ikan dari 10 ribu tahun lampau. Ada juga alat dari kerang. Alat dari kerang yang ditemukan di timur Indonesia itu, sangat mirip dengan yang saya temukan di Pasific. Sangat tua.
Elemen zaman batu muda (neolitik) adalah domestikasi, keramik dan pelayaran. Ingat, pertanian bukan satu-satunya bentuk domestikasi. Yang telah didomestikasi di Indonesia adalah umbi-umbian seperti talas dan ketela. Dan Papua adalah pisang. Pisang pertama di dunia datang dari Papua dan usianya 10 ribu tahun.
Itu bukti genetika?
Bukan. Itu bukti arkeologis.
Bagaimana dengan padi? Saya pernah baca DNA beras datang dari India?
Cerita genetika padi sangat rumit. Mari mulai dengan penanggalan arkeologis, lebih mudah. Lalu baru balik ke genetika. Padi tertua yang ditemukan di Sarawak, Kalimantan. Padi ditemukan di pot yang retak. Di dalamnya ditemukan butiran padi dan kapur. Ilmuwan lalu menggunakan karbon dari padi itu untuk mengetahui penanggalannya. Dan angkanya 5.200 tahun lalu.
Namun beras ini datang dari semenanjung Melayu dan agak terlokalisir di utara Kalimantan. Di timur Indonesia, padi tak ada sampai 2000 tahun lalu. Jadi agak baru. Jawa juga relatif terlambat, namun saya lupa angka pastinya.
Jadi, apa yang dimakan nenek moyang kami?
Umbi-umbian seperti talas dan sagu. Sagu ini cukup penting karena tumbuh liar. Di Mentawai, di pulau lepas pantai Sumatera Barat, mereka memanen sagu. Sagu juga penting di Papua. Satu-satunya umbi-umbian yang tidak dari sini adalah ubi jalar. Dia dari Amerika. Selain itu, semuanya didomestikasi di sini. Juga ada pisang, kacang kenari dan kelapa yang didomestikasi di sini.
Kembali ke sagu, ada sebuah riset mengenai Kerajaan Sriwijaya bahwa rahasia kebesarannya salah satunya sagu. Mereka tak harus menanamnya, cukup tebang, biarkan seminggu lalu Anda akan dapatkan sagu. Bagaimana dengan itu?
Teknologi untuk sagu ini sangat tua. Anda menemukannya di seluruh Papua dan Pasifik juga. Tidak harus ditanam. Dengan sagu, orang-orang bisa berdiam di satu tempat. Mereka tidak harus berpindah-pindah seperti pemburu dan peramu. Di daerah rawa, Anda akan dapat banyak sagu.
Orang-orang Polinesia tidak menanam padi. Mereka makan sagu, talas, dan ketela. Namun produk mereka ini datang dari sini.
Kembali ke pertanyaan pertama Anda, saya tidak bermaksud mencari sebuah monumen. Jika seseorang menemukan monumen dan sangat bangga, itu jelas sangat baik.
Sebuah monumen adalah sebuah peradaban. Karena Anda harus memiliki peradaban untuk membangun monumen. Namun Anda tidak harus memiliki monumen untuk membuktikan peradaban di masa neolitik.
Monumen adalah puncak, produk final dari peradaban. Akar dari peradaban adalah bagaimana memberi makan rakyat dan bagaimana menyelamatkan diri. Berlayar adalah keterampilan neolitik, bukan keterampilan masa berburu dan meramu.
Berlayar adalah bukti dari kegiatan neolitik. Menangkap ikan dengan alat-alat kompleks adalah bukti peradaban. Tanpa pasokan makanan besar-besaran, Anda tak bisa memberi makan populasi yang membangun kota atau monumen.
Apakah itu berarti orang Bugis sebagai contohnya karena memiliki keterampilan berlayar paling hebat?
Anda akan melihatnya besok di presentasi. Umumnya ekspansi populasi terjadi ketika banjir terjadi, terkonsentrasi di Sulawesi, kampung halaman orang Bugis. Tidak hanya Bugis, tapi juga orang Bajo atau Orang Laut
[Presentasi dimaksud Oppenheimer keynote speech di Konferensi Studi Indonesia yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya di Hotel Inna Grand Bali Beach, pada Kamis 9 Februari 2012]
Ketika saya menulis buku ini, saya menawarkan “Hipotesis Dua Kereta.” Ada arus migrasi yang terjadi beribu tahun lampau, yang terjadi jauh sebelum angka yang diteorikan antropolog Australia, Peter Bellwood. Bellwood menyebut 3.500 tahun yang lalu, tapi ada yang jauh lebih lampau lagi.
Bellwood berteori bahwa orang-orang datang dari Taiwan, menyebar di Indonesia dan Filipina dan membunuh semua orang di daerah itu. Saya membantah teori itu. Sebab yang terjadi sesungguhnya adalah sebaliknya. Orang-orang Taiwan berasal dari sini.
Dalam hipotesis saya, ada dua migrasi. Migrasi pertama 6.000 tahun yang lalu. Saya berargumen mereka mengkoloni sebagian Papua Nugini, Kepulauan Bismarck dan Kepulauan Admiralty. Mereka berdagang bebatuan obsidian dari sana ke Sabah. Maksud saya, dari 6.000 tahun lalu, orang menetap di sini, (Oppenheimer menunjuk peta kepulauan Bismarck), dan lalu terjadi pertukaran teknologi.
Apakah mereka dari Maluku?
Iya. Bahkan lebih ke barat; Kalimantan dan Sulawesi. Namun tidak lebih jauh lagi.
Kemudian ada arus orang datang lagi. Lebih sedikit dari yang pertama. Namun dengan teknologi berlayar yang maju sekitar 3.500 tahun lalu. Teknologi baru ini mendorong pergerakan ke seluruh Pasifik. Jadi, ada kereta lambat dan kereta cepat yang umumnya memakai teknologi. Sedikit yang bawa genetika namun banyak bawa teknologi.
Dan pusat penyebaran ke Polinesia ini di Pulau Bismarck. Hal ini dijelaskan dalam makalah baru yang akan diterbitkan. Ada makalah baru di sini .
(Oppenheimer menunjuk daftar pustaka bukunya yang merujuk pada makalah yang ditulisnya bersama P Soares, J Trejaut, Catherine Hill, Maru Mormina, dan lain-lain di tahun 2008 berjudul“Climate Change and post-glacial human dispersal in southeast Asia” dalam Jurnal Molecular Biology and Evolution).
Kami memberi penanggalan atas penanda genetika yang menyebar di Pasifik, yang berasal dari kawasan Bismarck ini dan nenek moyangnya berasal dari 8.000 tahun lalu saat banjir terakhir. Ini jelas cocok dengan banjir terakhir. Jadi, kami melihat bahwa ada kereta lambat yang datang 8.000 tahun lalu dan tiba-tiba berkembang di seluruh Pasifik.
Mengenai pengembangan teknologi ini, coba lihat kata-kata yang terkait pelayaran, hampir semuanya datang dari Indonesia, bukan dari Taiwan. Perahu, Anda tak menemukannya di Taiwan. Jadi, pelaut sebenarnya datang dari kawasan Indonesia ini. Ini sudah diketahui dari dulu, namun tak diacuhkan.
Anda juga mengatakan, beberapa teknologi dibawa ke Barat dari sini. Bagaimana dengan genetika?
Itu sulit. Ada populasi yang sangat besar di Barat. Namun ada pergerakan teknologi, ayam dan babi. Kerbau pergi ke Mesopotamia. Gambar kerbau tiba di Mesopotamia pada milenium ketiga sebelum Masehi. Itu bukti gambar bahwa mereka datang dari sini ke Mesopotamia.
Juga ada cerita terstruktur mengenai banjir. Dalam catatan Sumeria, ada catatan mengenai banjir. Mereka mencatat banjir yang terakhir 8.000 tahun lalu.
Bagaimana dengan teknologi bangunan seperti piramida?
Itu jika Anda menemukan piramida di sini. Masalahnya adalah bahwa piramida itu adalah struktur sederhana. Arkeolog akan berargumen bahwa bisa saja piramida itu ada, sebab itu struktur sederhana.
Banyak orang berkata Atlantis di sini, namun arkeolog akan berkata, “terus bagaimana?” Karena itu juga struktur sederhana. Jika Anda mengunjungi candi di Jawa, naiki saja, dan dia bisa seperti piramida. Namun jika benar ada piramida di sini yang lebih tua dari yang ada di Mesir, tentu sangat signifikan.
Karena itu saya harus hati-hati, karena Anda bisa menghabiskan waktu untuk memburunya. Dan jika ternyata itu adalah gunung, jelas Anda akan mendapat malu.
Di Indonesia, ada dua genetika utama, Austronesia dan Melanesia. Mengapa mereka sangat berbeda?
Austronesia adalah keluarga bahasa. Anda salah menyatakan bahasa untuk rasa. Austronesia sebuah keluarga bahasa yang menyebar sampai ke Pasifik. Bahasa tidak setara dengan ras. Saya ambil contoh, Orang Prancis berbicara seperti bahasa yang mirip Bahasa Latin hari ini. Namun 2.000 tahun lalu, mereka berbicara dengan bahasa yang mirip Bahasa Celtic.
Orang Prancis mengubah bahasa mereka di masa Imperium Romawi. Ini seperti Singapura, mereka menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa umum. Lihat, bahasa tidak setara dengan ras, tidak setara dengan arus genetika.
Jika Anda melihat orang Papua Nugini, mereka yang tinggal di pesisir, berbicara bahasa Austronesia. Namun mereka sangat hitam dan berambut keriting. Jadi, bahasa tidak setara dengan ras. Bahasa bukan bukti dari penyebaran orang dari Taiwan.
Pertanyaan lain, lupakan bahasa, di Papua Nugini sendiri terdapat empat keluarga bahasa.
Apakah itu berarti orang Papua Nugini sangat tua secara genetis?
Ya, mereka sangat tua. Penemuan arkeologi terakhir 45 ribu tahun dan seharusnya lebih tua lagi. Di Australia, tahun perkiraannya 60.000 tahun yang lalu. Katakanlah, orang datang dari Afrika ke sini 70.000 tahun yang lalu, setelah letusan Gunung Toba; lihat mereka sangat cepat sampai ke Papua Nugini dan Australia.
Jika melihat genetika di Papua Nugini dan Australia, terlihat mereka di koloni pada masa yang hampir bersamaan. Dan sepanjang masa mencapai Australia dan Nugini, 60.000 tahun lalu, orang harus menyeberang lautan untuk mencapainya.
Bagaimana mereka melakukannya?
Dengan kapal atau rakit. Beberapa orang mengatakan mungkin saja dengan mengapung tak sengaja. Namun itu hanya satu orang, akan sangat beruntung jika dua orang. Namun buktinya, bukti kolonisasi di Australia dilakukan banyak orang dari garis keturunan berbeda-beda. Ini memang tak mudah namun bukan tak mungkin dengan rakit.
Jangan lupa, ada Kepulauan Solomon di Pasifik. Mereka sampai di sana 30.000 tahun yang lalu. Mereka sudah berlayar, berkano, lebih dari ratusan mil.
Garis di sini, yang memisahkan Bali dan Lombok, Sulawesi dan Kalimantan—garis Wallace, telah menjebak orang di sini (Papua Nugini) dalam isolasi relatif. Anda tahu maksudnya relatif? Sebagian. Jika Anda bisa mencapai Indonesia timur, Anda bisa ke sana lagi. Garis Wallace ini seperti penghalang, seperti filter.
Jadi, orang-orang di sini (Papua Nugini dan Australia), relatif tidak tercampur. Mereka hampir seperti pendatang pertama. Orang-orang Nugini terlihat seperti orang Afrika.
Lalu apa yang menyebabkan perbedaan tampilan?
Jika Anda melihat perubahan pada orang-orang non-Afrika, ada perubahan namun tidak besar. Beberapa di antaranya hanya mengalami perubahan yang sangat kecil. Saya beri contoh orang Eropa yang berkulit pucat.
Alasan berkulit pucat karena mutasi tunggal pada enzim yang bertanggung jawab membuat kulit gelap. Mutasi ini mengganggu produksi melanin pada orang Eropa. Mereka tinggal di utara dan cuaca kerap hampir tanpa matahari, sementara vitamin D diproduksi dengan bantuan matahari.
Jika orang-orang Eropa tak berkulit pucat, mereka bisa kekurangan vitamin D. Jadi mutasi adalah adaptasi terhadap kehidupan di utara.
Orang-orang China punya mutasi yang berbeda lagi sehingga membuat mereka memiliki kulit pucat namun rambut tidak menjadi pirang. Mereka beradaptasi dengan cara yang sama dengan orang yang tinggal di utara. Bahkan di India, Anda bisa melihat orang di utara India yang memiliki kulit lebih pucat.
• VIVAnews (Wawancara Profesor Stephen Oppenheimer).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar