"Atau hendakkah kamu menjadi bangsa yang ngglenggem"? Bangsa yang'zelfgenoegzaam'? Bangsa yang angler memeteti burung perkutut dan minumteh nastelgi? Bangsa yang demikian itu pasti hancur lebur terhimpit dalam desakmendesaknya bangsa-bangsa lain yang berebut rebutan hidup!", (Pidato Presiden Soekarno, 17 Agustus 1966).
Pada era saat dikumandangkannya pidato bung Karno yang menggelegar tersebut, Indonesia ada pada masa transisi dari bangsa yang baru mengukuhkan kemerdekaan menjadi bangsa yang sedang membangun kemerdekaannya. Pada tahun 1966 bangsa Indonesia yang telah membangun angkatan perang dengan dibantu oleh Rusia dan merupakan salah satu angkatan perang terbesar di Asia, justru dihantam dengan berbagai aksi kekacauan di dalam negeri, salah satunya oleh G-30S PKI. Karena itulah menurut sejarah yang dikenal luas di masyarakat, presiden soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret kepada Letjen Soeharto yang akhirnya akan menggantikan Bung Karno sebagai presiden melalui Tap MPR No. XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret1967.
Dan itulah pidato tujuh belas agustus terakhir Bung Karno sebagai presiden NKRI. Itulah momen terakhir hari kemerdekaan kita diisi oleh suara lantangnya sebelum kemudian beliau diasingkan oleh rezim selanjutnya. Banyak orang yang menyayangkan tersingkirnya beberapa pendiri bangsa pada era orde baru, terutama dalam mulai lunturnya berbagai nilai yang dimimpikan mereka dalam bangsa ini. Meskipun pada era orde baru Indonesia mengalami kemajuan ekonomi secara drastis, akan tetapi tidakkan kita rasakan betapa Indonesia sudah menyimpang dari mimpi para pendiri bangsa saat mengukuhkan kemerdekaan?
Sikap hidup yang utama, bukan keuntungannya. Mungkin itulah yang dipikirkan bung karno saat memutuskan Indonesia harus keluar dari PBB pada 20 Januari 1965. Pada saat itu diakuinya Malaysia yang sedang mengalami konfrontasi dengan Indonesia sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB dianggap menampar kehormatan Indonesia.
Mimpi-mimpi lain para pendiri bangsa akan negara yang kuat, bersatu, tidak terjajah dan bermartabat, seakan semakin suram sampai sekarang. Saat ini kita mempunyai gedung-gedung tinggi, pemerintah yang lengkap dengan segala kementerian, dewan, badan negara, dan lembaga, akan tetapi pertanyaannya adalan: apakah dengan adanya semua itu kita semakin bersatu, kuat, terjamin kemerdekaannya, terjamin keadilannya, dan bermartabat?
Atau kita memiliki aparatur-aparatur yang”nggelenggem”? Orang-orang di pemerintahan yang “angler” memelototi berbagai masalah yang ada sambil minum kopi manis dan membicarakannya secara normatif di media massa, berharap semua akan baik-baik saja setidaknya sampai masa jabatannya berakhir dan tanggung jawabnya beralih pada orang lain, tanpa ada tindakan tegas terhadap masalah yang ada? Semoga tidak, karena jika benar demikian dan tetap seperti demikian sampai seterusnya maka mungkin dalam beberapa waktu lagi “Bangsa yang demikian itu pasti hancur lebur terhimpit dalam desak mendesaknya bangsa-bangsa lain yang berebut rebutan hidup!”.
Pada akhirnya ada banyak hal yang harus kita lakukan untuk mencegah semakin melencengnya negara ini. Setidaknya ada tujuh hal yang penulis pikirkan:
Selesaikan berbagai issue agama yang ada di negara ini. Pertegas kembali makna pemerintah menjamin kebebasan beragama dalam UU 1945 pasal 29. Bubarkan ormas yang menimbulkan kerusuhan dan melakukan tindak kekerasan atas nama agama. Permudah pendirian semua sarana ibadah, bagaimana kita bisa mengumandangkan toleransi kalau kita tidak membiasakan diri dengan kebebasan semua agama dalam menjalankan ibadahnya? Bagaimana kita bisa mengharapkan akhlak-akhlak baik pemimpin akan muncul dari masyarakat yang religius, kalau tempat ibadah saja kita persulit? Biarkan saja masjid, pura, gereja, biara, katedral, dan klenteng jajar berjajar, karena ini negara yang menjamin kebebasan warganegaranya beribadah, kalau ada yang tidak terima itulah fungsi pemerintah untuk melindungi dan menanamkan kedamaian serta toleransi di antara warganegara.
Bersihkan dan perkuat jajaran aparat keamanan
Sediakan dana besar untuk riset dan pendidikan. Peradaban kita sudah memasuki jaman dimana berbagai tehnologi dan peralatan elektronik digunakan dalam segala kebutuhan, setidaknya pastikan bahwa semua itu juga kita kenal.
Kembangkan pertanian, pertambangan, perkebunan dan perikanan. Inilah aset terbesar bangsa kita, alam. Pastikan semua sektor tersebut menguntungan pihak kita terutama yang mengusahakan, terutama pertambangan. Contohnya freeport, ini adalah kesalahan besar pemerintahan kita membiarkan bangsa asing mengeruk tambang emas kita begitu saja.
Gunakan BPS, sms center atau web resmi pemerintah untuk melakukan survey terhadap keinginan rakyat, dalam hal isu-su terkait tindakan pemerintah. Misalnya mengenai pembangunan gedung baru DPR, pemberian BLT kembali, dan pengalihan subsidi. Di jaman dengan teknologi IT secanggih sekarang, hal itu mungkin dilakukan dengan biaya yang tidak besar.
Kurangi kuota wakil rakyat dari partai di DPR, tambahkan ahli ekonomi, para tokoh agama, seniman, budayawan, ahli hukum, dan berbagai cendekiawan. Lebih baik kita banyak dipimpin oleh mereka yang sudah jelas-jelas mengerti profesinya dan punya ideologi serta ilmu daripada hanya oleh tokoh politik yang belum jelas kecerdasannya.
Transparansi laporan pengeluaran semua kementerian dan lembaga serta hasil dari pengeluaran itu di semua web resmi masing-masing kementerian/lembaga, tentu saja kecuali militer dan intelijen. Biar rakyat yang menilai sendiri kinerja pemerintahan kita.
Dan masih begitu banyak lagi yang harus kita sampaikan dan bantu untuk pikirkan mengenai negara ini, kalau kita mau peduli. Setidaknya masih banyak yang harus mereka baca, dengarkan, pelajari dan benahi secepatnya, kalau mereka mau peduli, para pemimpin kita yang terhormat itu.(TRIBUNNEWS.COM) -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar