Laman

Development is Freedom . . . . . . . Pembangunan Adalah Pembebasan

Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan

Rabu, 02 Mei 2012

Ketika Bersekolah Hanya Sekadar Mimpi Kosong... (Catatan Perjalanan Outbond-Spiritual, 28 April 2012)


Sudah 53 tahun masyarakat Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional dengan harapan semua anak Indonesia dapat bersekolah dan menyelesaikan jenjang pendidikannya. Bahkan sejak tahun 2005, di setiap daerah di Indonesia (konon) sudah menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun dan segera bergerak menuju wajib belajar 12 tahun pada tahun 2013.

Namun kenyataannya, masih tercecer potret usang dunia pendidikan bagi kaum papa. Dadan, bocah yang seharusnya sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama ini, terpaksa menanggalkan mimpinya untuk terus mengenyam pendidikan lantaran tidak ada biaya. Kala itu, ayahnya meninggal, penghasilan ibunya sebagai buruh tani tidak cukup untuk membiayai sekolah sehingga Dadan terpaksa putus sekolah saat masih duduk di bangku kelas enam di SDN Kulur 1 Majalengka.

"Bapak udah nggak ada. Ibu dari dulu juga jadi buruh tani. Jadi buat bantu ibu, aku kerja aja. Duitnya bisa untuk makan bareng-bareng," kata Dadan yang sikapnya malu-malu dan gak pede ini, ketika dijumpai di rumahnya di Desa Kulur Kec./Kab. Majalengka (28 April 2012).

Ya, Dadan kecil harus ikut mencari nafkah agar dapur di rumahnya tetap mengepul. Untuk itu, tiap hari ia berjalan dari rumahnya berkeliling kampung dan desa sebagai pengangkat dagangan barang-barang kelontong yang terbuat dari plastic yang dijual Rp.10.000/3 item.

Biasanya, bocah kecil ini berangkat setiap hari kecuali sakit. Upah yang didapatnya per hari juga tidak menentu yaitu antara Rp 10.000 - Rp 15.000.

"Nggak tentu, kak. Kalau rezekinya banyak, ya banyak. Biasanya hari Sabtu dan Minggu rame yang beli, dapetnya juga lumayan. Kalau pulang nggak bawa sesuatu buat ibu, rasanya nggak enak, kak," ungkap Dadan yang sejak 2010 sudah menjadi pengangkat barang dagangan keliling itu.

Lain lagi cerita, bocah kelas 5 SD yang tidak mau menyebutkan namanya (sebut saja Ujang), yang berasal dari Kampung Cijurey Desa Kulur Majalengka ini, ketika ditanya cita-citanya ia menjawab : “Aku ingin jadi dokter, Om”, tapi ketika ditanya mau melanjutkan kemana bila sudah lulus SD untuk menggapai cita-citanya itu, dia menjawab sambil tertunduk ; “aku mau ngarit (menyabit rumput untuk kambing) bersama bapak”, sungguh tragis dan sangat mengenaskan ketika mendapati kenyataan seorang bocah negeri ini yang tidak membiarkan berlama-lama cita-citanya sendiri menjadi “mimpi masa depan”, karena harus segera dikubur oleh kenyataan yang sudah menanti di hadapannya bila lulus SD nanti, yaitu peternak gurem atau jadi buruh tani. 

Namun kendati demikian, si cikal dari 3 bersaudara ini tidak mau bolos sekolah walaupun setiap hari ia harus menempuh jarak 3 KM melewati sebuah bukit dan tegalan untuk mencapai sekolahnya itu, walaupun tahu pada akhirnya nanti ijasahnya tidak akan berguna.

Pendapatan keluarganya hanya cukup untuk sebatas makan dan membayar listrik saja. Untuk mandi, cuci baju dan buang air besar/kecil pun mereka masih numpang ke sumur dan MCK umum yang dibangun oleh sebuah program pemerintah, mengingat warga di areal kampung tersebut rata-rata tidak memiliki sarana air bersih dan MCK. 

Tidak hanya itu, rumah tidak layak huni ini pun sudah dalam keadaan yang rusak parah dan butuh perbaikan, namun jangankan untuk biaya perbaikan rumah, untuk biaya keseharian saja pun kadangkala kurang dan harus meminjam dari tetangga atau bahkan rentenir. Dengan kehidupan seperti itu, Ujang pun lebih memilih untuk bersiap-siap membantu orang tuanya daripada meraih mimpinya dengan tetap bersekolah.

Sosok Dadan dan Ujang ini hanya sebagian kecil gambaran anak usia sekolah yang tak bisa menikmati dunia pendidikan dan membutuhkan perhatian besar dari pemerintah, karena entah ada berapa Dadan dan Ujang bertebaran di negeri kita saat ini.

Semestinya Hari Pendidikan Nasional, hari ini,  yang jatuh bertepatan dengan hari lahir Ki Hadjar Dewantara tidak hanya sekadar diperingati, tetapi diwujudkan dengan mengembalikan mimpi si papa untuk tetap bersekolah dan merenda mimpi untuk masa depan. Karena yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara kala itu adalah mendirikan perguruan Taman Siswa untuk kaum pribumi jelata, agar bisa mendapat hak pendidikan seperti para bangsawan dan orang-orang Belanda.

Di akhir perjumpaan dengan kedua sosok tangguh yang terpaksa mengubur dalam-dalam cita-citanya itu, dalam pandangan kosong menerawang ke angkasa seakan matanya mengungkapkan harapannya :
 "Aku masih ingin sekolah, tapi apa daya….!”

(matakupun berkaca, ingat masa depan anak-anakku,,,,,,).

dari catatan perjalanan outbond-spiritual bersama crew pnpm majalengka, 28 vapril 2012.

Selasa, 01 Mei 2012

May Day,,, Hari Buruh,,, Hari Kita...!


Hari Buruh pada umumnya dirayakan pada tanggal 1 Mei, dan dikenal dengan sebutan May Day. Hari buruh ini adalah sebuah hari libur (di beberapa negara) tahunan yang berawal dari usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh.
May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi di tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.
Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey. Pada tahun 1872, McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan "pengganggu ketenangan masyarakat".
Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis, Missouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari "United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America". Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur.
Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya.
Pada 1887, Oregon menjadi negara bagian pertama yang menjadikannya hari libur umum. Pada 1894. Presider Grover Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama bulan September hari libur umum resmi nasional.
Kongres Internasional Pertama diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan National Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.
Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872 [1], menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.
Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei.
Pada tanggal 4 Mei 1886. Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal.
[sunting]Kongres Sosialis Dunia
Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi berisi:
Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Perancis.
Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.
Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini.
Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC pada peringatan tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.[2]
Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.
Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota.
Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.

(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)