Laman

Development is Freedom . . . . . . . Pembangunan Adalah Pembebasan

Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan

Rabu, 05 Desember 2012

Setelah Aktif di PNPM, Seperti Menemukan Hidup Kedua


Nining, seorang ibu rumah tangga yang memiliki 3 orang anak, yang berasal dari Desa Patuanan menuturkan kisahnya selama menjadi relawan penanggulangan kemiskinan dengan menjadi personil Sekretariat LKM di desanya.

Dia menuturkan, bahwa dengan aktif di LKM sebagai sekretaris ia merasa seperti menemukan hidup yang kedua-kalinya, betapa tidak, sebab sebelumnya ia menderita sakit yang cukup lama dan hampir merenggut jiwanya,,,
Melalui aktifitas di LKM, ia merasa dunia kembali menjadi luas terbentang, sebab kini ia dapat mengunjungi seluruh wilayah di desanya, bahkan dapat berkunjung ke desa-desa lainnya, padahal sebelumnya ia tidak mengenal wilayah desanya sendiri. Bahkan hikmahnya aktif di kegiatan sosial bersama LKM dalam program PNPM Perkotaan Nining menjadi lebih banyak kenal sama sesama relawan baik dari desanya maupun dari luar desa, lebih hebat lagi karena melalui interaksi di LKM / PNPM sekarang Nining dapat bertemu dengan orang-orang yang dianggapnya lebih pintar dan lebih hebat. 
Bukan tanpa tantangan memang, sebab dengan kondisi ekonomi keluarganya yang serba kurang ada sebagian masyarakat yang melecehkan aktifitasnya, namun hal itu malah dijadikannya pemicu bagi kemajuan peningkatan kehidupannya. Dengan modal luasnya pergaulan di PNPM, kemudian ia pun menemukan jalan usaha yang dapat menopang kehidupan keluarganya, yaitu dia memimpin 150an orang anggota kelompok tabungan berupa usaha Tabungan Paket yang berlangsung selama satu tahun.
Penyakit yang duilu dideritanya kini tak lagi mengancam jiwanya, orang-orang sekitar yang dulu melecehkannya sekarang tak ada lagi, bahkan kini usaha yang dirintisnya semakin maju sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Ada kepuasan bathin ketika melihat hasil kerja saya dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain", ujarnya.
...............................
...............................
...............................

Ternyata, memang benar "tak harus menunggu kaya atau berlebih  dahulu untuk memberi", lakukan saja sekarang walaupun hanya secuil, sebab bila dijalani dengan penuh keikhlasan maka akan berbuah kebaikan yang lebih besar,,, 

Mari Berbagi.
Salam.


Sabtu, 03 November 2012

MODAL NARSIS, BERBUAH MANIEZZZZ,,,!




MODAL NARSIS, BERBUAH MANIEZZZZ,,,!
(750 ribu, tiba-tiba  menjadi 71 Juta,  berkat Gebyar Pelangi)


Berawal dari keraguan merealisasikan pemberian santunan yang berasal dari keuntungan usaha produktif  penggemukan domba KSM Sosial As-Salam kepada lansia-miskin (jompo) dan siswa-siswi SD yang berasal dari keluarga miskin, malah tercetus rencana yang bombastis jauh melebihi kondisi real yang ada. 
Padahal, kondisi real KSM As-Salam LKM Madani Mekar Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka pada akhir bulan Agustus sebenarnya hanya memiliki dana hasil usaha penggemukan domba sebesar Rp.750.000,- sebagai keuntungan dari usaha produktif penggemukan 4 (empat) ekor domba yang dikelola dengan cara bagi hasil antara KSM As-Salam dengan peternak, dimana modal awal dana kegiatan sosial yang diterima dari LKM Madani Mekar pada awal tahun 2011 sebesar Rp.2.500.000,-  
Terinspirasi zakat fitrah pada saat menjelang Idul Fitri, rencana memberikan santunan semakin menggebu, tapi uang Rp. 750.000,- cukup buat menyantuni berapa orang? Haruskah ditunda setahun lagi biar cukup untuk lebih banyak orang? Tapi bukankah dana sosial ini haknya kaum dhuafa yang menunggu hasil keuntungan usaha ekonomi produktif yang dikelola KSM As-Salam? Adilkah bila harus ditunda setahun lagi padahal persoalan kaum dhuafa itu setiap hari? Dholimkah bila atas nama keinginan untuk memberi lebih banyak sengaja menunda dulu pemberian alakadarnya yang seharusnya diterima kaum dhuafa hari ini?  Pertanyaan-pertanyaan kritis itulah yang membuat KSM dan LKM semakin gelisah, mau melangkah tapi penuh keterbatasan, mau diam juga salah karena merasa telah mendholimi kaum dhuafa,,,
Ketika kegelisahan tersebut di-share kepada salah seorang masyarakat yang dikenal agak narsis namun selalu berpikir positif dan optimis, kegelisahan tersebut malah dijadikannya alat untuk memotivasi KSM dan LKM, dengan memberikan dua pilihan sikap, “mau menjadi orang atau lembaga yang dholim pada kaum dhuafa atau mau jadi penolong kaum dhuafa?, bila mau jadi penolong kaum dhuafa mari kita jadikan uang yang hanya 750 ribu itu sebagai modal untuk merealisasikan rencana, tidak perlu menunggu menjadi lebih banyak terlebih dahulu, apalagi sampai setahun, sebab konsep dasarnya adalah kita harus memberi, bukan memberi dalam jumlah banyak”. Berkat statemen sederhana itu akhirnya terbukalah pikiran anggota KSM As-Salam dan LKM Madani Mekar yang tadinya gelisah tersebut, dan tercetuslah rencana pemberian santunan pada moment Hari Penanggulangan Kemiskinan (17 Oktober) atau pada Hari Raya Idul Adha yang kebetulan waktunya hanya terpaut seminggu. 
Tekad beberapa orang tersebut semakin dibulatkan menjadi tekad LKM secara kelembagaan, kemudian semakin kuat lagi tekad itu setelah mendapatkan dukungan pemerintah desa, maka kemudian atas kesepakatan bersama diputuskan untuk membentuk panitia pada tanggal 11 September 2012. Kemudian panitia terbentuk dan rencana pun dimatangkan, hasilnya adalah Gebyar Sosial akan dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2012, dengan tema “Gebyar Sosial Pelangi Peduli” dan sub-tema “Indahnya Kebersamaan Membangun Masyarakat Madani Bersama PNPM Mandiri Perkotaan”, dibikinlah skenario bahwa kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menyongsong Hari Penanggulangan Kemiskinan Tanggal 17 Oktober 2012 dengan tujuan membangun kepedulian kepada warga miskin, serta disusun pula target pemberian santunan kepada warga jompo dan siswa miskin masing-masing sebanyak 100 orang, pemberian bantuan Alat Permainan Edukatif (APE) bagi 5 (lima) PAUD, bantuan kepada KSM Sosial dan Ekonomi produktif masing-masing 2 kelompok, perbaikan rumah tidak layak huni 2 unit, dan pembangunan jalan pertanian yang menghubungkan lahan pertanian dengan permukiman sepanjang 800 meter, setelah dihitung ternyata seluruh rencana tersebut membutuhkan anggaran sebesar 129 juta rupiah lebih, wow,,, dengan uang di tangan hanya 750 ribu rupiah (0,58%), rencana yang disusun sedemikian bombastis, mampukah panitia mengumpulkan uang sebanyak 128 juta lebih dalam waktu 3 minggu?  
Lagi-lagi sikap narsis, positif-thinking dan optimislah yang membesarkan hati dan menguatkan tekad panitia untuk mewujudkan rencana tersebut. Sebab ketiga sikap itu ternyata dapat membuka mata-hati, sehingga terlihatlah bahwa banyak pula masyaralat Kulur yang memiliki harta berlebih, ada pula yang memiliki perusahaan/industri rumahtangga, demikian pula potensi-potensi sumberdana yang ada di sekitar desa dan di ibukota kabupaten seperti bank, BUMN dan BUMD, perusahaan-perusahaan swasta serta dermawan-dermawan perorangan, dan itu semua adalah potensi sumberdana dan sumberdaya yang dapat dijadikan sumber pendanaan kegiatan gebyar sosial ini.
Demi terlaksananya acara gebyar sosial dan demi tercapainya niat memberi kepada warga miskin, setiap anggota panitia akhirnya mengambil peran sebagai pencari dana dari swadaya/donatur maupun sponsor dengan penuh semangat dan ikhlas, dari pintu satu ke pintu lain, dari perusahaan satu ke perusahaan lain, dari dinas satu ke dinas lainnya, semua diketuk kepeduliannya untuk menjadi donatur dan sponsor penyelenggaraan acara gebyar sosial ini, hasilnya luarbiasa, dalam waktu seminggu terkumpul dana swadaya kurang-lebih 5 juta rupiah, menambah semangat panitia dalam penggalangan dana, saking narsisnya rencana pun dinaikkan levelnya, sehingga disusunlah rencana susulan yaitu menambah susunan acara pada hari H sehingga selain pembagian santunan ditambah pula dengan pentas seni tradisional yang hampir punah (seni Genjring, Gaok dan Sampyong) serta melibatkan 2 SD dan 5 PAUD serta Karang Taruna untuk mengisi acara siang dan malam hari H dengan pentas seni, dan pada H-1 akan diisi acara lomba mewarnai anak-anak PAUD. 
Kurang gebyar? Panitia merencanakan pula pameran produk KSM binaan LKM PNPM Mandiri Perkotaan se Kab. Majalengka dan binaan sponsor-sponsor (bank bjb, BRI, Perhutani dan Dealer Yamaha). Biar lebih gebyar dan berdaya-jual tinggi, panitia pun mengundang Dede Yusuf sebagai Ketua TKPKD Propinsi Jawa Barat yang juga menjabat Wakil Gubernur Jawa Barat. 
Usaha penggalangan dana terus dilakukan dengan semakin semangat, kordinasi dilakukan ke berbagai level aparat  pemerintah daerah, dari mulai Camat sampai pada level Bupati. Disinilah sikap narsis, positif thinking dan optimisme panitia diuji dengan sangat hebat, ternyata rencana panitia menghadirkan Dede Yusuf tidak disukai jajaran pemerintah daerah, sehingga dengan berbagai cara dan alasan yang dibuat-buat (dipolitisasi) mereka mencoba menggagalkan rencana panitia, ada yang melemahkan panitia dengan mengatakan bukan level LKM mengundang Wakil Gubernur, ada pula yang mengancam membubarkan acara ini karena dikategorikan kampanye illegal, ada juga yang berusaha membubarkan panitia dengan cara melarang kepala desa menjadi pelindung kegiatan dalam kepanitiaan, ada pula yang jelas-telas melarang kegiatan ini sebelum ada surat resmi dari Wakil Gubernur,,, luar biasa.
Maka demi kelancaran penyelenggaraan acara, 3 hari menjelang hari H panitia mengalah dengan merubah jadwal kegiatan, yang semula akan dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober diundur menjadi tanggal 13 Oktober, dengan tujuan meningkatkan sosialisasi dan koordinasi serta memenuhi persaratan birokratis yang masih dianggap kurang oleh jajaran pemerintah daerah.


Namun ujian kepada panitia itu tidak berhenti sampai disitu, bahkan sampai dengan H-1, ketika lomba-lomba sudah dimulai dan tenda-tenda sudah didirikan, serta barang-barang untuk santunan sedang dikemas, Camat, Kepala Dinas BMCK yang menjadi leading sektor PNPM dan Sekpim Bupati masih mempersoalkan legalitas kegiatan gebyar sosial yang akan berlangsung ini dengan alasan tidak ada surat pemberitahuan baik dari panitia maupun dari Wakil Gubernur tentang rencana kehadirannya, tidak ada undangan resmi, bahkan mereka mengatakan tidak pernah mendengar rencana kegiatan ini sebelumnya, padahal sejak akhir September panitia sudah berkoordinasi dengan Kasatker, Bappeda dan Wakil Bupati yang difasilitasi oleh Korkot PNPM.
Semua halangan tadi akhirnya malah membuat tekad panitia semakin kuat untuk merealisasikan kegiatan gebyar sosial ini dengan didukung atau tidak didukung oleh pemda, panitia kemudian malah bersikap “dukungan itu menjadi tidak penting, karena yang penting adalah bisa memberi kepada kaum dhuafa walaupun tidak dihadiri para pejabat kabupaten dan kecamatan sekalipun, atau bahkan walaupun esok acara gebyar sosial itu dipermasalahkan atau dibubarkan karena dianggap mengumpulkan massa tanpa ijin, panitia tidak peduli dan siap menanggung resikonya”.

Akhirnya, kegiatan Gebyar Sosial Pelangi Peduli yang digagas LKM Madani Mekar Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka terselenggara pada hari Sabtu tanggal 13 Oktober 2012, perjalanan persiapan yang cukup melelahkan dan penuh tantangan pun seakan hilang tidak berbekas, ketika melihat massa yang hadir di alun-alun Desa Kulur begitu padat, dari 250 orang yang diundang malah sekitar seribu orang menghadiri acara ini, sangat membanggakan karena karena beberapa target tercapai bahkan terlampaui, pemberian santunan kepada lansia yang awalnya direncanakan bagi 100 orang terealisasi bagi 105 orang jompo, bantuan peralatan belajar bagi siswa miskin teralisasi bagi 106 orang melebihi target awal yang hanya 100 orang, panitia pun dapat merealisasikan bantuan dana untuk pengadaan Alat Permainan Edukatif bagi 5 PAUD serta bantuan dana pembinaan bagi 3 kesenian tradisional dan kesenian binaan Karang Taruna, serta dapat memberikan penghargaan bagi siswa-siswi berprestasi yang mengikuti lomba-lomba yang diadakan oleh panitia. Lebih dari itu, rencana pemberian tambahan bantuan dana bagi KSM Sosial As-Salam untuk modal usaha produktif dan pembangunan jalan pertanian pun pada akhirnya dapat terealisasi, semua itu berkat dukungan dana dari para dermawan sebagai hasil atas hubungan baik/relationship yang dibangun oleh panitia dengan orang-orang/kelompok/lembaga/perusahaan yang memiliki kepedulian tinggi kepada warga miskin dan kaum dhuafa sehingga terkumpul dana lebih dari 71 juta rupiah. 
Kerasnya tantangan ternyata tidak dapat mengalahkan kuatnya tekad dan komitmen serta sikap untuk memberi, keterbatasan pun ternyata dapat menjadi motivasi untuk berusaha lebih keras dan membangun kebersamaan yang lebih kuat, dan ternyata sikap narsis pun dapat berbuah manis bila digunakan untuk hal-hal yang positif, terbukti walaupun LKM Madani Mekar bukan merupakan LKM terbaik di Kabupaten Majalengka namun sangat percaya diri sehingga Acara Gebyar Sosisal Pelangi Peduli dapat dihadiri serta diapresiasi positif oleh Wakil Gubernur sebagai Ketua TKPKD Propinsi Jawa Barat, dan Asda III, Kepala Dinas BMCK, Camat serta jajaran Muspika Majalengka. 

Dalam acara refleksi panitia setelah selesai penyelenggaraan acara, Ketua Panitia Pelaksana, yang juga sebagai Kepala Dusun Ahad di Desa Kulur, menyampaikan isi hatinya dengan suara tercekat dan terbata-bata karena haru ; “kucuran keringat, pikiran stress, rasa tertekan, rasa didholimi, sedih & marah yang dilalui selama perjalanan persiapan penyelenggaraan acara ini, seakan tidak berbekas sama sekali ketika santunan dapat diberikan kepada warga miskin melalui acara yang kita selenggarakan ini, sekarang saya sadar, walaupun saya tidak dapat membantu warga miskin dengan materi namun saya dapat memberi mereka melalui karya, yang dibangun atas dasar kebersamaan dan kepedulian”. 

.................... How about Us?..................


Senin, 01 Oktober 2012

KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL


KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL
(untuk adinda: Khaerunisa)


Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam
yang membayangi dan terus mengikuti
hinggap pada kata-kata
yang tak pernah sanggup kususun
juga untukmu, adik kecil


Belum lama kudengar berita pilu
yang membuat tangis seakan tak berarti
saat para bayi yang tinggal belulang
mati dikerumuni lalat karena busung lapar
aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Lalu kulihat di televisi
ada anak-anak kecil
memilih bunuh diri
hanya karena tak bisa bayar uang sekolah
karena tak mampu membeli mie instan
juga tak ada biaya rekreasi


Beliung pun menyerbu
dari berbagai penjuru
menancapi hati
mengiris sendi-sendi diri
sampai aku hampir tak sanggup berdiri
sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Lalu kudengar episodemu adik kecil
Pada suatu hari yang terik
nadimu semakin lemah
tapi tak ada uang untuk ke dokter
atau membeli obat
sebab ayahmu hanya pemulung
kaupun tak tertolong


Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo
tak makan, tak minum
sebab uang tinggal enam ribu saja
mereka tuju stasiun
sambil mendorong gerobak kumuh
kau tergolek di dalamnya
berselimut sarung rombengan
pias terpejam kaku


Airmata bercucuran
peluh terus bersimbahan
Ayah dan abangmu
akan mencari kuburan
tapi tak akan ada kafan untukmu
tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah
hanya matahari mengikuti
memanggang luka yang semakin perih
tanpa seorang pun peduli
aku pun bertanya sambil berteriak pada diri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Tolong bangunkan aku, adinda
biar kulihat senyummu
katakan ini hanya mimpi buruk
ini tak pernah terjadi di sini
sebab ini negeri kaya, negeri karya.
Ini negeri melimpah, gemerlap.
Ini negeri cinta


Ah, tapi seperti duka
aku pun sedang terjaga
sambil menyesali
mengapa kita tak berjumpa, Adinda
dan kau taruh sakit dan dukamu
pada pundak ini


Di angkasa layang-layang hitam
semakin membayangi
kulihat para koruptor
menarik ulur benangnya
sambil bercerita
tentang rencana naik haji mereka
untuk ketujuh kalinya


Aku putuskan untuk tak lagi bertanya
pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun
sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.


aku memang sedang berada di negeriku
yang semakin pucat dan menggigil


(Abdurahman Faiz,  Juni 2005)

dibawakan oleh Endin dan Ayoe
Karang Taruna As-Salam Desa Kulur - Majalengka
Pada Acara Gebyar Sosial Pelangi Peduli 1 (GSPP-!)
Sabtu, 13 ktober 2012 - Kulur - Majalengka

Sabtu, 29 September 2012

Di Ketinggian Himalaya, Kakak-Beradik Berbagi Istri


Saat Tashi Sangmo berusia 17 tahun, ia menikahi tetangganya yang berusia 14 tahun di sebuah desa terpencil di Nepal. Dan sebagai bagian dari perjanjian, ia juga setuju untuk menikahi adik suaminya itu.

Pada zaman dahulu, anak laki-laki dari setiap keluarga di kawasan Dolpa Atas akan bersamaan menikahi satu perempuan, namun praktik poliandri ini kini sudah mulai menghilang seiring dengan modernisasi zaman.

"Semuanya akan lebih mudah seperti ini karena kami bersama-sama dalam satu keluarga. Tidak terbagi antara istri-istri yang berbeda, dan saya yang memegang kendali," kata Sangmo, yang menggunakan dialek Tibet dan berbicara melalui seorang penerjemah. "Dua bersaudara mencari penghasilan dan sayalah yang menentukan bagaimana uang itu akan digunakan."

Saat Sangmo menikahi Mingmar Lama 14 tahun lalu, adik laki-laki Mingmar, Pasang yang waktu itu berusia 11 tahun, akan terlibat juga dalam pernikahan ini. Praktik poliandri di beberapa desa terisolasi di Nepal sudah berlangsung ratusan tahun. Kini mereka bertiga memiliki tiga anak laki-laki usia delapan, enam, dan empat.

"Saya ingin berbagi ikatan ini dengan adik laki-laki saya karena hidup akan menjadi lebih mudah buat kami berdua," kata Pasang, 25, berbicara di rumah keluarga mereka di desa Simen, 4000 mdpl dan sekitar lima hari berjalan kaki dari kota terdekat.

Orang-orang Dolpa atas adalah bagian dari karavan yang melalui rute antara Nepal dan Tibet. Mereka masih berdagang di rute tersebut, termasuk menuntun yak yang membawa garam dari Tibet dan beras dari dataran selatan Terai. 

Di ketinggian desa seperti itu, tanah subur sangat sedikit jumlahnya dan peternakan pun berukuran kecil.

Namun poliandri mencegah keluarga-keluarga membagi aset, dan persediaan makanan pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk lokal.

Pernikahan biasanya dilakukan melalui perjodohan, keluarga pun memilih istri buat anak laki-laki tertua mereka dan memberi kesempatan adik laki-laki untuk menikahi kakak iparnya kemudian.

Dalam beberapa kasus, para istri juga ikut membantu membesarkan calon suami mereka yang masih muda, dan memasuki hubungan seksual dengan mereka setelah cukup dewasa.

Tak seperti pria-pria lain dalam pernikahan Hindu Nepal yang konservatif, para suami di pernikahan poliandri biasanya membantu tugas-tugas domestik seperti membantu memasak dan merawat anak, sementara para istri mengurusi keuangan.

Poliandri juga menjadi sebuah bentuk pengendalian kelahiran karena ada batas maksimal kehamilan perempuan, terlepas dari berapa jumlah suami yang mereka miliki.

Rumah tangga poliandri juga biasanya tak mengenali suami mana yang menjadi orangtua biologis, anak-anak sama-sama memanggil ayah dan paman mereka sebagai "bapak".

Poliandri menghancurkan banyak tabu seksual barat dan sering membuat heran orang luar, namun penduduk lokal melihat peristiwa ini sebagai sesuatu yang biasa dan menguntungkan.

Shitar Dorje, 30, menikahi suaminya yang berusia 37 tahun Karma, sepuluh tahun lalu.

Adik laki-laki Karma, Pema, masuk dalam pernihan itu beberapa tahun kemudian setelah menyelesaikan sekolah filosofi Buddha.

"Jika kami berada di satu rumah dalam waktu yang sama, maka kakak laki-laki saya yang tidur dengan istri saya," kata Pema, 30.

"Dalam hal ini, tidak ada rasa cemburu. Saya tidak merasa cemburu bahwa saat kakak saya ada di rumah, maka istri kami akan bersama dia. Jika saya cemburu, maka saya akan pergi dan menikahi orang lain," kata Pema.

Hidup di Dolpa Atas sederhana, namun berat.

Sanitasi jarang, dan pelayanan kesehatan modern hampir tidak ada. Setiap hari kaum perempuan harus bekerja memecahkan batu di bukit yang tandus atau memanen tanaman di bawah matahari terik.

Poliandri memungkinkan terjadinya pembagian pekerjaan antara dua saudara laki-laki, satu untuk mengurus hewan ternak, satu untuk membantu istri di ladang, dan satu untuk bergabung dalam karavan dagang.

Banyak yang melihat praktik ini sebagai keberlangsungan hidup, ada faktor keamanan buat para perempuan sehingga ada yang akan menjaga mereka setelah satu suami meninggal.

Menurut badan amal asal Belanda SNV yang memiliki jaringan di daerah tersebut, usia harapan hidup di sana hanya 48 untuk pria dan 46 untuk wanita.

Thajom Gurung, 60, dari desa terpencil Saldang, kehilangan suaminya Choldung akibat kanker 30 tahun lalu. Namun ia menikahi dua kakak laki-laki Thajom dan kini tinggal dengan satu-satunya suami yang masih hidup, Choyocap, 67.

"Saat kami semua tinggal bersama, kami bergantian tidur dengan istri saya -- tidak ada yang khawatir soal itu," kata Choyocap.

Sampai baru-baru ini, isolasi di Dolpa Atas mempertahankan gaya hidup yang sudah menghilang di beberapa tempat lain namun turisme kini menyoroti kawasan yang sudah sempat terlupakan ini.

Di atap-atap rumah batu, di tempat yang dulunya berkibar bendera doa, kini bermunculan parabola satelit. Mereka pun melihat kilasan dari dunia modern dengan imaji romansa yang sangat kontras dengan kehidupan mereka.

Menurut SNV, meski 80 persen rumah tangga melakukan praktik poliandri satu generasi lalu, jumlahnya kini turun hanya 1 banding 5 atau 20 persen, dan akan hilang dalam dua generasi.

Untuk sementara, praktik ini kini terjaga oleh generasi yang pernikahannya adalah tentang pragmatisme dan bertahan hidup di salah satu lingkungan terkeras di dunia.

"Poliandri adalah tentang menjaga keluarga tetap bersatu saat kehidupan menjadi keras," kata Choyocap Gurung. "Dengan banyak saudara laki-laki, rumah tangga menjadi lebih kuat dan anak-anak akan punya kesempatan yang lebih baik di masa depan."


Sumber : Yahoo! News | AFP - 28 September 2012

Rabu, 05 September 2012

Rahasia Masa Iddah, Membuat Seorang Ilmuwan Yahudi Masuk Islam


Robert Guilhem, pakar genetika dan pemimpin yahudi di Albert Einstein College menyatakan dengan tegas soal keislamannya. Dia masuk Islam setelah kagum dengan ayat-ayat Al-Quran tentang masa iddah wanita muslimah selama tiga bulan. Massa iddah merupakan massa tunggu perempuan selama tiga bulan, selama proses dicerai suaminya.

Seperti dikutip dari societyberty.com, hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan, massa iddah wanita sesuai dengan ayat-ayat yang tercantum di Alquran. Hasil studi itu menyimpulkan hubungan intim suami istri menyebabkan laki-laki meninggalkan sidik khususnya pada perempuan.

Dia mengatakan jika pasangan suami istri (pasutri) tidak bersetubuh, maka tanda itu secara perlahan-lahan akan hilang antara 25-30 persen. Gelhem menambahkan, tanda tersebut akan hilang secara keseluruhan setelah tiga bulan berlalu. Karena itu, perempuan yang dicerai akan siap menerima sidik khusus laki-laki lainnya setelah tiga bulan.

Bukti empiris ini mendorong pakar genetika Yahudi ini melakukan penelitian dan pembuktian lain di sebuah perkampungan Muslim Afrika di Amerika. Dalam studinya, ia menemukan setiap wanita di sana hanya mengandung sidik khusus dari pasangan mereka saja. 

Penelitian serupa dilakukannya di perkampungan nonmuslim Amerika. Hasil penelitian membuktikan wanita di sana yang hamil memiliki jejak sidik dua hingga tiga laki-laki. Ini berarti, wanita-wanita non-muslim di sana melakukan hubungan intim selain pernikahannya yang sah.

Sang pakar juga melakukan penelitian kepada istrinya sendiri. Hasilnya menunjukkan istrinya ternyata memiliki tiga rekam sidik laki-laki alias istrinya berselingkuh. Dari penelitiannya, hanya satu dari tiga anaknya saja berasal dari dirinya.

Setelah penelitian-penelitian tersebut, dia akhirnya memutuskan untuk masuk Islam. Ia meyakini hanya Islam lah yang menjaga martabat perempuan dan menjaga keutuhan kehidupan sosial. Ia yakin bahwa perempuan muslimah adalah yang paling bersih di muka bumi ini.

Republika.

Senin, 20 Agustus 2012

Andai Aku Tahu Ini Ramadhan Terakhir Bagiku….


Andai Aku Tahu Ini Ramadhan Terakhir Bagiku….

tidak akan aku sia siakan walau sesaat berlalu
setiap masa tak akan dibiarkan begitu saja
di setiap kesempatan juga masa yang terluang
alunan Al-Quran senantiasa aku bacakan dan perdengarkan kehadapan MU ...ya Rabb

andai aku tahu ini Ramadhan terakhir.. 

setiap malam kan kusibukkan dengan
bertarawih..  berqiamullail... bertahajjud...
mengadu...merintih. ..meminta belas kasih
"sesungguhnya aku berharap untuk ke syurga-MU
dan....aku tak sanggup untuk ke neraka-MU"

andai aku tahu ini Ramadhan terakhir..

aku akan selalu bersama dengan mereka yang tersayang
aku isi Ramadhan dengan hal yang bermanfaat
aku buru... aku cari.. suatu malam idaman
yang lebih baik dari seribu bulan


andai aku tahu ini Ramadhan terakhir..

aku bakal menyediakan batin dan zahir
mempersiapkan diri... rohani dan jasmani
menanti-nanti jemputan Izrail
di kiri dan kanan  lorong-lorong ridha Ar-Rahman


Duhai Illahi...

andai ini Ramadhan terakhir buat-ku
jadikanlah Ramadhan ini paling berarti...paling berseri...
menerangi kegelapan hati -ku
menyeru ke jalan menuju ridho serta kasih saying-Mu ... Ya Ilahi


Namun sahabat....

tak akan ada manusia yang mampu mengetahui
apakah Ramadhan ini merupakan yang terakhir  kali bagi kita atau bukan
yang mampu seorang hamba lakukan hanyalah
berusaha... bersiap-siap ... bersedia ...  dan meminta belas-NYA,

…… namun aku telah menyia-nyiakannya,,,,,, ampuni hamba Yaa Rabb…

Selamat jalan ya Ramadhan,

Taqqobalahu Minna Waminkum, Taqoballahu Ya Karim.

Chik - Girimadani, 1 Syawal 1433 H

Kamis, 02 Agustus 2012

"ANAK TIRI IBU PERTIWI"




“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
Sila terakhir yang kulafalkan pertama kali saat upacara bendera senin pagi awal tahun tujuh puluhan
selalu terngiang dan melekat basah di lidah,
yang sepertinya takkan pernah salah mengucapkannya sampai kapanpun
namun akhir-akhir ini ada satu pertanyaan yang menggangguku,
“Akupulakah Rakyat Itu?”
…………………………………………..

Bila memang aku juga rakyat yang tersurat dalam sila terakhir itu
kenapa kau tinggalkan aku di kampung kumuh tak berbekal makanan dan minuman yang cukup?
kenapa kau suruh orang-orang berseragam tangkapi aku, seret aku, masukkan aku ke dalam penjara yang mereka sebut pembinaan?
kenapa kau biarkan aku keluar dari penjara tanpa kau beri aku pakaian yang layak sehingga aku tetap tidak dapat membaur dengan lingkungan yang kau bangun dengan bau kapitalisme?
kenapa air susu yang kau berikan padaku tidak sama manisnya dengan air susu yang kau berikan kepada saudara-saudaraku yang lain yang membuat saudara-saudaraku hidup lebih sehat dan cerdas?

Ahhhhh….
tak kupungkiri aku memang menikmati pula yang kau bangun ibu,
jalan-jalan yang mulus aku nikmati
Gedung-gedung yang tinggi aku nikmati walau hanya sebagai tempat peneduh sementara bagiku ketika aku berjalan di matahari pagi dan sore dengan bayangannya
gekolah-sekolah yang megah aku lihat pula,
rumahsakit-rumahsakit yang mentereng aku lihat pula
tapi mereka tak mau mengajariku ketika aku butuh pendidikan
tapi tak mau mengobatiku ketika aku sakit dan butuh pertolongan
dan malah mereka mencibir dengan kesombongannya melihat pakaianku yang compang-camping ketika aku mendekati mereka seakan aku adalah tumpukan sampah yang bau dan kotor
hanya buat merekalah kau buat dan kau bangun semua itu ibu?

aku mengais makanan di sela-sela keangkuhan bangunan yang kau bangun ibu
aku berjalan di atas jalan yang kau bangun,, sendiri,, sepi
seakan tak ada yang mengenalku bahwa akupun salah satu anakmu
apakah kau tak memperkenalkan aku kepada saudara-saudaraku yang lain Ibu?
malukah engkau mengakui aku sebagai anakmu pula?

Ibu,,,
bila aku menuntut
bukan berarti aku ingin belas-kasihmu
aku hanya menuntut hakku sebagai salah seorang anak yang engkau lahirkan untuk diperlakukan sama sebagai anak
yang butuh air susumu
yang butuh pendidikan agar aku dapat menghitung sisa umurku
yang butuh pakaian untuk membedakan diri dari binatang liar
yang butuh sandang untuk menutupi auratku ketika aku beribadah
yang butuh perlindungan kala aku terancam
yang butuh pengobatan ketika aku sakit
yang butuh kasih sayangmu,,
yang butuh belaian lembutmu saat aku gelisah,,
yang butuh pelukanmu untuk menenangkan hatiku saat aku marah…. !

tapi tak kupungkiri akupun pernah merasakan kebaikan saudara-saudaraku itu ibu
pernah kuterima memang pemberian dari saudara-saudara sekandung walaupun tak setiap saat mereka memberiku,
walaupun selalu pemberian bersarat
pernah kuterima pula pemberian-pemberian yang sepertinya berisi kepedulian, namun bagiku itu hanyalah saweran yang apabila aku mau mendapatkannya maka aku harus mau berebut berdesakkan saling-menginjak menyikut bahkan mendorong sehingga kadang aku terluka berdarah

jangan marah bila saat ini aku merasa kehilangan makna akan pancasila yang kau agungkan dan kau ajarkan padaku sejak tempo dulu aku kecil
sebab pancasila yang dulu kau kenalkan padaku demikian agung ternyata sekarang hanya jadi kebanggaan semu
sebab pancasilamu kini hanya jadi alat penguasa untuk mengikat semua yang ada disekelilingnya agar terbelenggu seperti kerbau dicocok hidung
sebab pancasilamu kini hanya sebuah penggalan sajak yang hanya diucapkan pada saat tertentu dengan tanpa makna tanpa jiwa tanpa kesungguhan

akulah,,
salah satu anakmu yang jadi korban atas pancasila yang dikebiri anak-anakmu lainnya ibu
akulah tumbal dari kesewenangan dan keserakahan anak-anakmu lainnya yang tumbuh dan berkembang dengan nafas kapitalisme yang entah darimana mereka dapatkan
tak ada keadilan bagiku
tak ada kesetaraan bagiku
tak ada kesejahteraan bagiku
tak ada kelembutan kasihsayang bagiku

ahhhh,,,
termasuk akukah rakyat itu ibu…?
Apakah engkau - pertiwi - ibu kandungku juga,,,,?


"Yang Termarginalkan"
CHIK - IN GM - AUGUST 2TH, 2012

Sabtu, 14 Juli 2012

Gerakan Inspiratif : Kepedulian Komunitas Pemuda Saung Eurih


Terbang melayang di angkasa seperti burung elang sambil mengawasi daratan itu memang nikmat dan pasti mempesona,,, namun bila kelamaan "berfikir ngawang-ngawang" alias "tidak membumi" tampaknya malah bisa-jadi sia-sia, sebab kenyataan hidup adanya di bumi, sebab pembelajaran hidup adanya dalam realitas kehidupan. Demikian pun dalam hal berpikir tentang pemberdayaan masyarakat, bila kita hanya sebatas menggeluti konsep tanpa mau (mulai) melakukan sesuatu sekecil apapun, maka kita hanya akan pandai berteori, namun tidak merubah apapun,,,
Terinspirasi oleh apa yang dilakukan oleh sekelompok anak muda yang tergabung dalam kelompok yang menamakan dirinya "Kelompok Pemuda Saung Eurih" yang mengelola kegiatan sosial dalam kegiatan PNPM-Perkotaan di Kelurahan Cicurug - Majalengka, sungguh seperti pendaratan- pikiran yang berjalan-mulus di sebuah oase yang sejuk.
Berawal dari bersentuhannya para pemuda dengan persoalan sosial sepasang kakek-nenek lansia miskin yang tinggal di rumah tidak layak huni yang letaknya bersebelahan dengan Saung Eurih tempat mereka nongkrong dan diskusi,,
Once upon time in Saung Eurih, para pemuda tersebut mendengar kabar bahwa kakek-nenek itu sakit, tergeraklah mereka untuk menjenguknya. Benar saja, kakek-nenek itu dua-duanya sakit, walaupun bukan sakit keras, dan hanya demam-flu, tapi kakek-nenek itu memang sakit, dan membiarkan sakitnya karena memang tidak memiliki uang untuk berobat, bahkan tidak memiliki siapapun untuk teman bicara walaupun hanya untuk sekedar mendengar keluhannya, sehingga kepada para pemuda itulah kakek-nenek itu menyampaikan harapannya.
"Jang, aki teh hayang dipariksa ka mantri, meunang kitu tilu-rebu, dan aki ngan boga duitna oge tilu rebu", artinya "Nak, kakek pengen diperiksa sama mantri, dapat enggak ya tiga ribu biayanya, soalnya kakek cuma punya uangnya juga tiga ribu rupiah",, Subhanallah,,,
Sebuah realitas yang sangat menyentuh, realitas yang menggerakkan nurani para pemuda tersebut, sehingga tercetuslah inisiatif mereka untuk membantu memeriksakan (dan membantu biaya berobat) kakek-nenek tersebut dengan menghadirkan mantri, tapi ketika melihat kondisi kemiskinan kakek-nenek tersebut maka mantri-pun menolak untuk dibayar,, 
Tibalah saatnya minum obat yang diberikan tadi, anak-anak muda itu menyarankan agar si kakek-nenek makan terlebih dahulu sebelum minum obat. Namun ternyata, di situ hanya ada nasi-liwet tanpa lauk pauk bekas makan kemarin, yang mungkin sudah dingin dan basi, yang harus dipanaskan kembali bila mau dimakan,,, MasyaAllah...!
Andai jantung para pemuda itu berhenti berdegup, andai mata mereka berkaca-kaca, andai tak ada lagi kata-kata yang dapat terucap karena lidah tercekat menyaksikan kenyataan yang memilukan itu, dapat dimaklumi,, karena mereka akhirnya jadi saksi atas akibat ketidak-adilan yang terjadi, jadi saksi atas akibat yang ditimbulkan oleh korupsi, ketidak-pedulian, pembangunan yang salah sasaran,,, sebab mereka jadi saksi atas kondisi kemiskinan yang real yang ada di hadapan mata-kepala mereka sendiri.
Sungguh pengalaman bathin yang luar biasa karena tidak setiap orang dapat mengalami dan menemukan hal-hal yang istimewa seperti itu secara langsung, memang mereka marah, mereka sedih, lidah mereka tercekat,  mata mereka berkaca-kaca,, namun tak cukup sampai disitu, "kemarahankesedihandanlidahtercekatsertaairmatayangmembasahimatamereka" itu mereka jadikan energi untuk langsung melangkah, merogoh kocek, membeli rotisusuberasdanlaukpauk yang saat itu juga langsung diberikannya kepada kakek-nenek dengan harapan obatnya dapat segera diminum dengan didahului makan roti dan minum susu,,, 
Yang lebih menyentuh lagi, ketika Tim Fasilitator memberikan bantuan berbentuk uang, besoknya kakek-nenek itu mengumpulkan anak-anak miskin tetangganya dan sebagian uang yang diterimanya tersebut dia kasihkan kepada anak-anak itu, dengan ungkapan yang sangat bersahaja dan mengharukan : "Saya juga pengen memberi kalau lagi punya uang mah",,, luarbiasa.
Pembelajaran dari realitas di atas menumbuhkan kesadaran & kepedulian yang luarbiasa, akhirnya mereka tahu bahwa persoalan hidup dalam sebuah keluarga miskin itu bukan periode tahunan, enam-bulanan atau tiga-bulanan,, tapi bersifat harian  (hari ini makan dari mana,,? hari ini makan atau tidak,,,?). Padahal KSM yang mengelola dana kegiatan sosial, paling-paling hanya dapat memberikan santunan dari keuntungan usaha produktif yang dikelolanya hanya dalam periode enam bulanan,,,, (.....????).
Beranjak dari kesadaran itu, akhirnya 10 orang anggota Kel. Pemuda Saung Eurih bersepakat menyisihkan uang seribu per hari per orang, yang dikumpulkan secara sukarela setiap tanggal 12 yang selanjutnya mereka belanjakan kebutuhan pokok untuk diberikan kepada warga miskin yang menurut mereka layak menerimanya. "Lebih baik melakukan sesuatu yang bermanfaat walaupun kecil/sedikit daripada hanya berpikir ingin melakukan sesuatu yang besar namun tidak melakukan apa-apa", prinsip itulah yang mendorong mereka berbuat, dan akhirnya meresonansi gerakan kepedulian kepada lingkungannya.
Telah tiga bulan berjalan gerakan kepedulian yang mereka namakan "GEUS SEUBEUH" (Gerakan Seribu Sehari) itu, dalam Bahasa Indonesia "GEUS SEUBEUH" berarti "SUDAH KENYANG", kini selain 10 orang anggota KSM Pemuda Saung Eurih tersebut, telah bertambah lagi 2 orang peduli yang secara sukarela ikut-serta dalam gerakan mulia ini, bukan hanya itu, bahkan salahsatu Tim Fasilitator pun kini melakukan gerakan serupa, ada pula KSM yang setelah mendengar kisah ini kemudian menjalin kerjasama dengan UPZ (Unit Pengelola Zakat) di desanya, luar biasa, gerakan kepedulian ini telah ber-resonansi, semoga resonansinya semakin besar dan semakin luas, amien.
Sementara ada pihak-pihak tertentu yang masih (sekedar) menyibukkan diri dengan kekhawatiran kegiatan sosial yang didanai program PNPM ini tidak berkelanjutan dan tidak tepat sasaran, Kelompok Pemuda Saung Eurih sudah melangkah jauh dengan melakukan penggalangan dana sosial dan melaksanakan santunan kepada warga miskin jompo,,, secara mandiri dan periodik.
Jadi, mari berbuat chik, jangan hanya menggeluti konsep dan diskusi tentang kepedulian, atau update status dan nulis di blog saja...! 
Salam.
(by : Chik - in Refleksi Pembelajaran Realitas Lapang)  

Gerakan Inspiratif : Kepedulian Komunitas Pemuda Saung Eurih


Terbang melayang di angkasa seperti burung elang sambil mengawasi daratan itu memang nikmat dan pasti mempesona,,, namun bila kelamaan "berfikir ngawang-ngawang" alias "tidak membumi" tampaknya malah bisa-jadi sia-sia, sebab kenyataan hidup adanya di bumi, sebab pembelajaran hidup adanya dalam realitas kehidupan. Demikian pun dalam hal berpikir tentang pemberdayaan masyarakat, bila kita hanya sebatas menggeluti konsep tanpa mau (mulai) melakukan sesuatu sekecil apapun, maka kita hanya akan pandai berteori, namun tidak merubah apapun,,,
Terinspirasi oleh apa yang dilakukan oleh sekelompok anak muda yang tergabung dalam kelompok yang menamakan dirinya "Kelompok Pemuda Saung Eurih" yang mengelola kegiatan sosial dalam kegiatan PNPM-Perkotaan di Kelurahan Cicurug - Majalengka, sungguh seperti pendaratan- pikiran yang berjalan-mulus di sebuah oase yang sejuk.
Berawal dari bersentuhannya para pemuda dengan persoalan sosial sepasang kakek-nenek lansia miskin yang tinggal di rumah tidak layak huni yang letaknya bersebelahan dengan Saung Eurih tempat mereka nongkrong dan diskusi,,
Once upon time in Saung Eurih, para pemuda tersebut mendengar kabar bahwa kakek-nenek itu sakit, tergeraklah mereka untuk menjenguknya. Benar saja, kakek-nenek itu dua-duanya sakit, walaupun bukan sakit keras, dan hanya demam-flu, tapi kakek-nenek itu memang sakit, dan membiarkan sakitnya karena memang tidak memiliki uang untuk berobat, bahkan tidak memiliki siapapun untuk teman bicara walaupun hanya untuk sekedar mendengar keluhannya, sehingga kepada para pemuda itulah kakek-nenek itu menyampaikan harapannya.
"Jang, aki teh hayang dipariksa ka mantri, meunang kitu tilu-rebu, dan aki ngan boga duitna oge tilu rebu", artinya "Nak, kakek pengen diperiksa sama mantri, dapat enggak ya tiga ribu biayanya, soalnya kakek cuma punya uangnya juga tiga ribu rupiah",, Subhanallah,,,
Sebuah realitas yang sangat menyentuh, realitas yang menggerakkan nurani para pemuda tersebut, sehingga tercetuslah inisiatif mereka untuk membantu memeriksakan (dan membantu biaya berobat) kakek-nenek tersebut dengan menghadirkan mantri, tapi ketika melihat kondisi kemiskinan kakek-nenek tersebut maka mantri-pun menolak untuk dibayar,, 
Tibalah saatnya minum obat yang diberikan tadi, anak-anak muda itu menyarankan agar si kakek-nenek makan terlebih dahulu sebelum minum obat. Namun ternyata, di situ hanya ada nasi-liwet tanpa lauk pauk bekas makan kemarin, yang mungkin sudah dingin dan basi, yang harus dipanaskan kembali bila mau dimakan,,, MasyaAllah...!
Andai jantung para pemuda itu berhenti berdegup, andai mata mereka berkaca-kaca, andai tak ada lagi kata-kata yang dapat terucap karena lidah tercekat menyaksikan kenyataan yang memilukan itu, dapat dimaklumi,, karena mereka akhirnya jadi saksi atas akibat ketidak-adilan yang terjadi, jadi saksi atas akibat yang ditimbulkan oleh korupsi, ketidak-pedulian, pembangunan yang salah sasaran,,, sebab mereka jadi saksi atas kondisi kemiskinan yang real yang ada di hadapan mata-kepala mereka sendiri.
Sungguh pengalaman bathin yang luar biasa karena tidak setiap orang dapat mengalami dan menemukan hal-hal yang istimewa seperti itu secara langsung, memang mereka marah, mereka sedih, lidah mereka tercekat,  mata mereka berkaca-kaca,, namun tak cukup sampai disitu, "kemarahankesedihandanlidahtercekatsertaairmatayangmembasahimatamereka" itu mereka jadikan energi untuk langsung melangkah, merogoh kocek, membeli rotisusuberasdanlaukpauk yang saat itu juga langsung diberikannya kepada kakek-nenek dengan harapan obatnya dapat segera diminum dengan didahului makan roti dan minum susu,,, 
Yang lebih menyentuh lagi, ketika Tim Fasilitator memberikan bantuan berbentuk uang, besoknya kakek-nenek itu mengumpulkan anak-anak miskin tetangganya dan sebagian uang yang diterimanya tersebut dia kasihkan kepada anak-anak itu, dengan ungkapan yang sangat bersahaja dan mengharukan : "Saya juga pengen memberi kalau lagi punya uang mah",,, luarbiasa.
Pembelajaran dari realitas di atas menumbuhkan kesadaran & kepedulian yang luarbiasa, akhirnya mereka tahu bahwa persoalan hidup dalam sebuah keluarga miskin itu bukan periode tahunan, enam-bulanan atau tiga-bulanan,, tapi bersifat harian  (hari ini makan dari mana,,? hari ini makan atau tidak,,,?). Padahal KSM yang mengelola dana kegiatan sosial, paling-paling hanya dapat memberikan santunan dari keuntungan usaha produktif yang dikelolanya hanya dalam periode enam bulanan,,,, (.....????).
Beranjak dari kesadaran itu, akhirnya 10 orang anggota Kel. Pemuda Saung Eurih bersepakat menyisihkan uang seribu per hari per orang, yang dikumpulkan secara sukarela setiap tanggal 12 yang selanjutnya mereka belanjakan kebutuhan pokok untuk diberikan kepada warga miskin yang menurut mereka layak menerimanya. "Lebih baik melakukan sesuatu yang bermanfaat walaupun kecil/sedikit daripada hanya berpikir ingin melakukan sesuatu yang besar namun tidak melakukan apa-apa", prinsip itulah yang mendorong mereka berbuat, dan akhirnya meresonansi gerakan kepedulian kepada lingkungannya.
Telah tiga bulan berjalan gerakan kepedulian yang mereka namakan "GEUS SEUBEUH" (Gerakan Seribu Sehari) itu, dalam Bahasa Indonesia "GEUS SEUBEUH" berarti "SUDAH KENYANG", kini selain 10 orang anggota KSM Pemuda Saung Eurih tersebut, telah bertambah lagi 2 orang peduli yang secara sukarela ikut-serta dalam gerakan mulia ini, bukan hanya itu, bahkan salahsatu Tim Fasilitator pun kini melakukan gerakan serupa, ada pula KSM yang setelah mendengar kisah ini kemudian menjalin kerjasama dengan UPZ (Unit Pengelola Zakat) di desanya, luar biasa, gerakan kepedulian ini telah ber-resonansi, semoga resonansinya semakin besar dan semakin luas, amien.
Sementara ada pihak-pihak tertentu yang masih (sekedar) menyibukkan diri dengan kekhawatiran kegiatan sosial yang didanai program PNPM ini tidak berkelanjutan dan tidak tepat sasaran, Kelompok Pemuda Saung Eurih sudah melangkah jauh dengan melakukan penggalangan dana sosial dan melaksanakan santunan kepada warga miskin jompo,,, secara mandiri dan periodik.
Jadi, mari berbuat chik, jangan hanya menggeluti konsep dan diskusi tentang kepedulian, atau update status dan nulis di blog saja...! 
Salam.
(by : Chik - in Refleksi Pembelajaran Realitas Lapang)  

Rabu, 11 Juli 2012

Seberapa Besarkah Bumi Kita?



Rasanya Bumi yang kelilingnya 40.000 km ini sangat besar bagi kita. Untuk pergi ke Amerika atau Afrika saja jauh sekali. Apalagi jika sampai harus ke Antartika.

Tapi coba kita lihat besar Bumi kita dengan ciptaan Allah lainnya. Ternyata tidak ada apa-apanya. Bahkan bintang yang terbesar pun hanya satu titik dibanding Galaksi, Cluster, Super Cluster, Jagad Raya.
Tapi di atas semua itu kita harus yakin bahwa Allah pencipta Semesta Alam jauh lebih besar dari semua itu. Allah Maha Besar!


Ukuran Bumi dibanding Planet Jupiter

Ukuran Bumi dibanding Matahari. Diameter (lebar) matahari 1.391.980 km. Jika bumi “dimasukkan” ke matahari, ada 1,3 juta bumi yang bisa masuk.

Ukuran Matahari dibanding Bintang Arcturus

Ukuran Matahari dibanding Bintang Antares. Saat ini bumi sudah tidak bisa dilihat lagi. Diameter Antares 804.672.000 km.




Kalau anda menganggap Antares sudah sangat besar, ternyata bintang itu masih belum apa-apa dibanding dengan galaksi seperti Galaksi Bimasakti yang terdiri dari ratusan milyar bintang dengan lebar hingga 100 ribu tahun cahaya (1 detik cahaya=300.000 km).




Galaksi itu pun tidak seberapa jika dibanding dengan Cluster (Kumpulan) Galaksi yang terdiri dari ribuan Galaksi.




Tapi di atas Cluster masih ada Super Cluster yang terdiri dari ribuan Cluster. Ribuan Super Cluster akhirnya membentuk jagad raya.




Saat ini diperkirakan Jagad Raya (Universe) lebarnya 30 milyar tahun cahaya. Tapi ini cuma angka sementara mengingat teleskop tercanggih saat ini “cuma” bisa mencapai jarak 15 milyar tahun cahaya!
Ini baru langit ke 1. Belum langit ke 2, langit ke 3, hingga langit ke 7 di mana saat Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad sampai hingga ke sana.
Jika dunia ini begitu luas, maka Allah menegaskan bahwa akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Jauh lebih luas lagi dari dunia!

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” [Al Baqarah 255]

Alam semesta ini begitu besar. Namun Allah selaku pencipta jauh lebih besar.
Maha Besar Allah Tuhan Pencipta Alam!
Maka bertasbihlah kepada Allah!


http://syiarislam.wordpress.com/2010/03/12/seberapa-besarkah-bumi-kita-allah-maha-besar

Minggu, 01 Juli 2012

Kasih Sayang Seorang Ibu



Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya
Suaminya sudah lama meninggal karena sakit
Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya.
Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu sukamencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi

Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan: “Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi

Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati”

Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya

Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap
Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung
pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari
di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi

Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan “Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya”


Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan
Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman

Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan Dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong2 manyaksikan hukuman tersebut Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya

Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba

Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang

Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada
Saat mereka semua sedang bingung, tiba2 dari tali lonceng itu mengalir darah Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat

Dengan jantung berdebar2 seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah

Tahukah anda apa yang terjadi?

Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah
dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi,
dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng

Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata
Sementara si anak meraung raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan
Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.

Subhanallah,, tak ada yang dapat ddisetarakan dengan besarnya kasihsayang seorang ibu kepada anaknya,,

Dari : Cerita Inspirasi/Motivasi

Kisah Menyentuh Seorang Ibu Tua


Konon pada jaman dahulu, di Jepang ada semacam kebiasaan untuk membuang orang lanjut usia ke hutan. Mereka yang sudah lemah tak berdaya dibawa ke tengah hutan yang lebat, dan selanjutnya tidak diketahui lagi nasibnya.

Alkisah ada seorang anak yang membawa orang tuanya (seorang wanita tua) ke hutan untuk dibuang. Ibu ini sudah sangat tua, dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Si anak laki-laki ini menggendong ibu ini sampai ke tengah hutan. Selama dalam perjalanan, si ibu mematahkan ranting-ranting kecil. Setelah sampai di tengah hutan, si anak menurunkan ibu ini.
"Bu, kita sudah sampai",kata si anak. Ada perasaan sedih di hati si anak. Entah kenapa dia tega melakukannya.
Si ibu , dengan tatapan penuh kasih berkata:"Nak, Ibu sangat mengasihi dan mencintaimu. Sejak kamu kecil, Ibu memberikan semua kasih sayang dan cinta yang ibu miliki dengan tulus. Dan sampai detik ini pun kasih sayang dan cinta itu tidak berkurang.
Nak, Ibu tidak ingin kamu nanti pulang tersesat dan mendapat celaka di jalan. Makanya ibu tadi mematahkan ranting-ranting pohon, agar bisa kamu jadikan petunjuk jalan".
Demi mendengar kata-kata ibunya tadi, hancurlah hati si anak. Dia peluk ibunya erat-erat sambil menangis. Dia membawa kembali ibunya pulang, dan ,merawatnya dengan baik sampai ibunya meninggal dunia.

Mungkin cerita diatas hanya dongeng. Tapi di jaman sekarang, tak sedikit kita jumpai kejadian yang mirip cerita diatas. Banyak manula yang terabaikan, entah karena anak-anaknya sibuk bisnis dll. Orang tua terpinggirkan, dan hidup kesepian hingga ajal tiba. kadang hanya dimasukkan panti jompo, dan ditengok jkalau ada waktu saja.

Kiranya cerita diatas bisa membuka mata hati kita, untuk bisa mencintai orang tua dan manula. Mereka justru butuh perhatian lebih dari kita, disaat mereka menunggu waktu dipanggil Tuhan yang maha kuasa. Ingatlah perjuangan mereka pada waktu mereka muda, membesarkan kita dengan penuh kasih sayang, membekali kita hingga menjadi seperti sekarang ini.

How about us.....?

Sumber : Cerita Motivasi


Senin, 11 Juni 2012

Mukjizat Penciptaan Matahari Untuk Kehidupan


Teringat obrolan dengan seorang teman sejawat, obrolan yang hangat, obrolan yang transendental, yang memuncak ke arah Sang Pencipta. Berawal dari diskusi hangat tentang "kurangnya rasa syukur atas nikmat yang diberikan-Nya",,, 
Sadarkah kita (...???) bahwa dalam sehari manusia menghirup 2.880 ltr Oksigen & 11.376 ltr Nitrogen.
Jika hrs dihargai dengan Rupiah, maka Oksigen (Rp. 25.000/ltr) & Nitrogen (Rp. 9.950/ltr) yg kita hirup akan mencapai Rp.170 Jutaan/hr/orang.
Jika kita hitung kebutuhan kita sehari Rp.170.000.000, maka sebulan Rp.5.100.000.000/org.

Itu baru dua macam,, belum kebutuhan akan matahari yang menghangatkan tubuh kita sepanjang hidup kita, bayangkan,,, andai kita harus menyewa inkubator (seperti bayi prematur) untuk menjaga agar suhu tetap stabil - tentunya bila tidak ada matahari - berapa pula uang yang harus kita keluarkan dari kocek kita? Namun sekarang semua itu dapat kita nikmati dengan gratis dan (herannya lagi kadang kita tidak menyadari) bahwa matahari adalah salah satu ciptaan-Nya yang luarbiasa penuh mukjizat, padahal matahari adalah unit terbesar dari sistem tata surya kita, yang tentu saja manfaatnya pun tak terhingga.. 

Matahari sangatlah panas dan mengandung gas yang selalu terbakar. Di permukaannya selalu terjadi ledakan bagaikan jutaan bom atom yang dijatuhkan tiap waktu. Ledakan ini menghasilkan lidah api raksasa yang ukurannya 40 atau 50 kali lebih besar dari bumi kita. (Gambar : Venus terlihat seperti noktah hitam di bagian kiri matahari saat dipantau dengan teleskop milik penggiat Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ) di Planetarium, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (6/6). (dok. HAAJ))


Matahari seperti bola api raksasa yang memberikan panas dan cahaya yang sangat besar dari permukaannya. Ruang angkasa, bagaimanapun, gelap gulita. Bumi kita adalah salah satu bagian yang indah dari kegelapan mutlak itu. Dan, tidak ada unit lain selain matahari di tata surya kita yang mampu menyinari dan menghangatkan bumi kita. Apabila bukan dari matahari, maka akan terjadi malam selama-lamanya, dan setiap daerah akan terselimuti es. Kehidupan dengan begitu akan mustahil, dan kita pun tidak akan ada.

Panas yang diberikan matahari akan sangat tinggi selama musim panas. Namun, matahari jaraknya jutaan kilometer dari bumi, dan hanya 0,2 persen dari panasnya yang benar-benar mencapai bumi. Sejak suhu di bumi bisa sangat tinggi, meskipun matahari letaknya begitu jauh, bagaimana dengan suhu matahari itu sendiri?

Temperatur di permukaan matahari adalah 6.000 derajat Celcius, dan 12 juta derajat Celsius di dalamnya.

Allah telah menciptakan jarak yang sempurna antara bumi dan matahari. Apabila jarak matahari lebih dekat dengan kita, maka semua yang ada di bumi akan menguap dan terbakar. Begitu juga, apabila jaraknya lebih jauh dari saat ini, maka semua daerah akan tertutupi es. Dengan begitu, tentu saja, kehidupan akan mustahil.

Daerah kutub, daerah yang mendapatkan panas paling sedikit dari matahari, secara permanen diselimuti oleh es, sedangkan daerah ekuator, yang mendapatkan lebih banyak panas, selalu panas.
Namun, perbedaan suhu antara kutub dan ekuator ini yang menyebabkan terciptanya iklim moderat di bumi secara keseluruhan, dan iklim inilah yang menyokong terwujudnya kehidupan. Hal tersebut adalah salah satu tanda dari tidak terhitungnya bukti cinta Allah kepada manusia.

Bila matahari lebih besar atau lebih kecil, lebih jauh ataupun lebih dekat dengan bumi, maka sangat tidak mungkin terjadi kehidupan di planet kita.

Bagaimanapun juga, Allah menciptakan matahari, bumi dan sistem tata surya dengan sedemikian teraturnya agar kita dapat hidup dengan nyaman. Di ayat lain dalam Alquran tertera bagaimana matahari dan bulan selalu bergerak sesuai perintah Allah :

“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu, dan bintang-bintang dikendalikan dengan perintahNya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti.” (Q.S.An-Nahl (16):12) 

Subhanallah.

Sumber : Harunyahya.com, KapanLagi.com

Rabu, 02 Mei 2012

Ketika Bersekolah Hanya Sekadar Mimpi Kosong... (Catatan Perjalanan Outbond-Spiritual, 28 April 2012)


Sudah 53 tahun masyarakat Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional dengan harapan semua anak Indonesia dapat bersekolah dan menyelesaikan jenjang pendidikannya. Bahkan sejak tahun 2005, di setiap daerah di Indonesia (konon) sudah menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun dan segera bergerak menuju wajib belajar 12 tahun pada tahun 2013.

Namun kenyataannya, masih tercecer potret usang dunia pendidikan bagi kaum papa. Dadan, bocah yang seharusnya sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama ini, terpaksa menanggalkan mimpinya untuk terus mengenyam pendidikan lantaran tidak ada biaya. Kala itu, ayahnya meninggal, penghasilan ibunya sebagai buruh tani tidak cukup untuk membiayai sekolah sehingga Dadan terpaksa putus sekolah saat masih duduk di bangku kelas enam di SDN Kulur 1 Majalengka.

"Bapak udah nggak ada. Ibu dari dulu juga jadi buruh tani. Jadi buat bantu ibu, aku kerja aja. Duitnya bisa untuk makan bareng-bareng," kata Dadan yang sikapnya malu-malu dan gak pede ini, ketika dijumpai di rumahnya di Desa Kulur Kec./Kab. Majalengka (28 April 2012).

Ya, Dadan kecil harus ikut mencari nafkah agar dapur di rumahnya tetap mengepul. Untuk itu, tiap hari ia berjalan dari rumahnya berkeliling kampung dan desa sebagai pengangkat dagangan barang-barang kelontong yang terbuat dari plastic yang dijual Rp.10.000/3 item.

Biasanya, bocah kecil ini berangkat setiap hari kecuali sakit. Upah yang didapatnya per hari juga tidak menentu yaitu antara Rp 10.000 - Rp 15.000.

"Nggak tentu, kak. Kalau rezekinya banyak, ya banyak. Biasanya hari Sabtu dan Minggu rame yang beli, dapetnya juga lumayan. Kalau pulang nggak bawa sesuatu buat ibu, rasanya nggak enak, kak," ungkap Dadan yang sejak 2010 sudah menjadi pengangkat barang dagangan keliling itu.

Lain lagi cerita, bocah kelas 5 SD yang tidak mau menyebutkan namanya (sebut saja Ujang), yang berasal dari Kampung Cijurey Desa Kulur Majalengka ini, ketika ditanya cita-citanya ia menjawab : “Aku ingin jadi dokter, Om”, tapi ketika ditanya mau melanjutkan kemana bila sudah lulus SD untuk menggapai cita-citanya itu, dia menjawab sambil tertunduk ; “aku mau ngarit (menyabit rumput untuk kambing) bersama bapak”, sungguh tragis dan sangat mengenaskan ketika mendapati kenyataan seorang bocah negeri ini yang tidak membiarkan berlama-lama cita-citanya sendiri menjadi “mimpi masa depan”, karena harus segera dikubur oleh kenyataan yang sudah menanti di hadapannya bila lulus SD nanti, yaitu peternak gurem atau jadi buruh tani. 

Namun kendati demikian, si cikal dari 3 bersaudara ini tidak mau bolos sekolah walaupun setiap hari ia harus menempuh jarak 3 KM melewati sebuah bukit dan tegalan untuk mencapai sekolahnya itu, walaupun tahu pada akhirnya nanti ijasahnya tidak akan berguna.

Pendapatan keluarganya hanya cukup untuk sebatas makan dan membayar listrik saja. Untuk mandi, cuci baju dan buang air besar/kecil pun mereka masih numpang ke sumur dan MCK umum yang dibangun oleh sebuah program pemerintah, mengingat warga di areal kampung tersebut rata-rata tidak memiliki sarana air bersih dan MCK. 

Tidak hanya itu, rumah tidak layak huni ini pun sudah dalam keadaan yang rusak parah dan butuh perbaikan, namun jangankan untuk biaya perbaikan rumah, untuk biaya keseharian saja pun kadangkala kurang dan harus meminjam dari tetangga atau bahkan rentenir. Dengan kehidupan seperti itu, Ujang pun lebih memilih untuk bersiap-siap membantu orang tuanya daripada meraih mimpinya dengan tetap bersekolah.

Sosok Dadan dan Ujang ini hanya sebagian kecil gambaran anak usia sekolah yang tak bisa menikmati dunia pendidikan dan membutuhkan perhatian besar dari pemerintah, karena entah ada berapa Dadan dan Ujang bertebaran di negeri kita saat ini.

Semestinya Hari Pendidikan Nasional, hari ini,  yang jatuh bertepatan dengan hari lahir Ki Hadjar Dewantara tidak hanya sekadar diperingati, tetapi diwujudkan dengan mengembalikan mimpi si papa untuk tetap bersekolah dan merenda mimpi untuk masa depan. Karena yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara kala itu adalah mendirikan perguruan Taman Siswa untuk kaum pribumi jelata, agar bisa mendapat hak pendidikan seperti para bangsawan dan orang-orang Belanda.

Di akhir perjumpaan dengan kedua sosok tangguh yang terpaksa mengubur dalam-dalam cita-citanya itu, dalam pandangan kosong menerawang ke angkasa seakan matanya mengungkapkan harapannya :
 "Aku masih ingin sekolah, tapi apa daya….!”

(matakupun berkaca, ingat masa depan anak-anakku,,,,,,).

dari catatan perjalanan outbond-spiritual bersama crew pnpm majalengka, 28 vapril 2012.

Selasa, 01 Mei 2012

May Day,,, Hari Buruh,,, Hari Kita...!


Hari Buruh pada umumnya dirayakan pada tanggal 1 Mei, dan dikenal dengan sebutan May Day. Hari buruh ini adalah sebuah hari libur (di beberapa negara) tahunan yang berawal dari usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh.
May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi di tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.
Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey. Pada tahun 1872, McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan "pengganggu ketenangan masyarakat".
Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis, Missouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari "United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America". Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur.
Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya.
Pada 1887, Oregon menjadi negara bagian pertama yang menjadikannya hari libur umum. Pada 1894. Presider Grover Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama bulan September hari libur umum resmi nasional.
Kongres Internasional Pertama diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan National Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.
Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872 [1], menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.
Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei.
Pada tanggal 4 Mei 1886. Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal.
[sunting]Kongres Sosialis Dunia
Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi berisi:
Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Perancis.
Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.
Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini.
Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC pada peringatan tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.[2]
Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.
Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota.
Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.

(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Minggu, 29 April 2012

Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire


Paulo Freire adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Bagi dia, sistem pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin tetapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena pendidikan yang demikian hanya menguntungkan penguasa maka harus dihapuskan dan digantikan dengan sistem pendidikan yang baru. Sebagai jalan keluar atas kritikan tajam itu maka Freire menawarkan suatu sistem pendidikan alternatif yang menurutnya relevan bagi masyarakat miskin dan tersisih. Kritikan dan pendidikan altenatif yang ditawarkan Freire itu menarik untuk dipakai menganalisis permasalahan pendidikan di Indonesia. Walaupun harus diakui bahwa konteks yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran yang kontroversial mengenai pendidikan itu berbeda dengan konteks Indonesia. Namun di balik kesadaran itu, ada keyakinan bahwa filsafat pendidikan yang ada di belakang pemikiran Freire dan juga metodologi
pendidikan yang ditawarkan akan bermanfaat dalam “membedah” permasalahan pendidikan di Indonesia.
Pandangan Paulo Freire Tentang Pendidikan. Pandangan Paulo Freire tentang pendidikan tercermin dalam kritikannya yang tajam terhadap sistem pendidikan dan dalam pendidikan alternatif yang ia tawarkan. Baik kritikan maupun tawaran konstruktif Freire keduanya lahir dari suatu pergumulan dalam konteks nyata yang ia hadapi dan sekaligus merupakan refleksi filsafat pendidikannya yang berporos pada pemahaman tentang manusia.  

a. Konteks Yang Melatarbelakangi Pemikiran Paulo Freire.
Hidup Freire merupakan suatu rangkaian perjuangan dalam konteksnya. Ia lahir tanggal 19 September 1921
di Recife, Timur Laut Brasilia. Masa kanak-kanaknya dilalui dalam situasi penindasan karena orang tuanya
yang kelas menengah jatuh miskin pada tahun 1929. Setamat sekolah menengah, Freire kemudian belajar
Hukum, Filsafat, dan Psikologi. Sementara kuliah, ia bekerja “part time” sebagai instuktur bahasa Potugis di
sekolah menengah. Ia meraih gelar doktor pada tahun 1959 lalu diangkat menjadi profesor. Dalam kedudukannya sebagi dosen, ia menerapkan sistem pendidikan “hadap-masalah” sebagai kebalikan dari pendidikan “gaya bank”. Sistem pendidikan hadap masalah yang penekanan utamanya pada penyadaran nara didik menimbulkan kekuatiran di kalangan para penguasa. Karena itu, ia dipenjarakan pada tahun 1964 dan kemudian diasingkan ke Chile. Pengasingan itu, walaupun mencabut ia dari akar budayanya yang menimbulkan ketegangan, tidak membuat idenya yang membebaskan “dipenjarakan”, tetapi sebaliknya ide itu semakin menyebar ke seluruh dunia. Ia mengajar di Universitas Havard, USA pada tahun 1969-1970. Ia pernah menjadi konsultan bidang pendidikan WCC.
Pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan lahir dari pergumulannya selama bekerja bertahun-tahun di tengah-tengah masyarakat desa yang miskin dan tidak “berpendidikan”. Masyarakat feodal (hirarkis) adalah struktur masyarakat yang umum berpengaruh di Amerika Latin pada saat itu. Dalam masyarakat feodal yang hirarkis ini terjadi perbedaan mencolok antara strata masyarakat “atas” dengan strata masyarakat “bawah”. Golongan atas menjadi penindas masyarakat bawah dengan melalui kekuasaan politik dan akumulasi kekayaan, karena itu menyebabkan golongan masyarakat bawah menjadi semakin miskin yang sekaligus semakin menguatkan ketergantungan kaum tertindas kepada para penindas itu.
Dalam kehidupan masyarakat yang sangat kontras itu, lahirlah suatu kebudayaan yang disebut Freire dengan
kebudayaan “bisu”. Kesadaran refleksi kritis dalam budaya seperti ini tetap tidur dan tidak tergugah. Akibatnya waktu lalu hanya dilihat sebagai sekat hari ini yang menghimpit. Manusia tenggelam dalam “hari ini” yang panjang, monoton dan membosankan sedangkan eksistensi masa lalu dan masa akan datang belum disadari. Dalam kebudayaan bisu yang demikian itu kaum tertindas hanya menerima begitu saja segala perlakuan dari kaum penindas. Bahkan, ada ketakutan pada kaum tertindas akan adanya kesadaran tentang ketertindasan mereka. Itulah dehumanisasi karena bahasa sebagai prakondisi untuk menguasai realitas hidup telah menjadi kebisuan. Diam atau bisu dalam konteks yang dimaksud Freire bukan karena protes atas perlakuan yang tidak adil. Itu juga bukan strategi untuk menahan intervensi penguasa dari luar. Tetapi, budaya bisu yang terjadi adalah karena bisu dan bukan membisu. Mereka dalam budaya bisu memang tidak tahu apa-apa. Mereka tidak memiliki kesadaran bahwa mereka bisu dan dibisukan. Karena itu, menurut Freire untuk menguasai realitas hidup ini termasuk menyadari kebisuan itu, maka bahasa harus dikuasai. Menguasai bahasa berarti mempunyai kesadaran kritis dalam mengungkapkan realitas. Untuk itu, pendidikan yang dapat membebaskan dan memberdayakan adalah pendidikan yang melaluinya nara didik dapat mendengar suaranya yang asli. Pendidikan yang relevan dalam masyarakat berbudaya bisu adalah mengajar untuk memampukan mereka mendengarkan suaranya sendiri dan bukan suara dari luar termasuk suara sang pendidik. Dalam konteks yang demikian itulah Freire bergumul.  Ia terpanggil untuk membebaskan masyarakatnya yang tertindas dan yang telah “dibisukan”. Pendidikan “gaya bank” dilihatnya sebagai salah satu sumber yang mengokohkan penindasan dan kebisuan itu. Karena itulah, ia menawarkan pendidikan “hadapmasalah” sebagai jalan membangkitkan kesadaran masyarakat bisu. 

b. Kritikan Paulo Freire Terhadap Pendidikan “Gaya Bank”.
Dalam sistem pendidikan yang diterapkan di Brasilia pada masa Freire, anak didik tidak dilihat sebagai yang dinamis dan punya kreasi tetapi dilihat sebagai benda yang seperti wadah untuk menampung sejumlah rumusan/dalil pengetahuan. Semakin banyak isi yang dimasukkan oleh gurunya dalam “wadah” itu, maka semakin baiklah gurunya. Karena itu semakin patuh wadah itu semakin baiklah ia. Jadi, murid/nara didik hanya menghafal seluruh yang diceritrakan oleh gurunya tanpa mengerti. Nara didik adalah obyek dan bukan subyek. Pendidikan yang demikian itulah yang disebut oleh Freire sebagai pendidikan “gaya bank”. Disebut pendidikan gaya bank sebab dalam proses belajar mengajar guru tidak memberikan pengertian kepada nara didik, tetapi memindahkan sejumlah dalil atau rumusan kepada siswa untuk disimpan yang kemudian akan dikeluarkan dalam bentuk yang sama jika diperlukan. Nara didik adalah pengumpul dan penyimpan sejumlah pengetahuan, tetapi pada akhirnya nara didik itu sendiri yang “disimpan” sebab miskinnya daya cipta. Karena itu pendidikan gaya bank menguntungkan kaum penindas dalam melestarikan penindasan terhadap sesamanya manusia.
Pendidikan “gaya bank” itu ditolak dengan tegas oleh Paulo Freire. Penolakannya itu lahir dari pemahamannya tentang manusia. Ia menolak pandangan yang melihat manusia sebagai mahluk pasif yang tidak perlu membuat pilihan-pilihan atas tanggung jawab pribadi mengenai pendidikannya sendiri. Bagi Freire manusia adalah mahluk yang berelasi dengan Tuhan, sesama dan alam. Dalam relasi dengan alam, manusia tidak hanya berada di dunia tetapi juga bersama dengan dunia. Kesadaran akan kebersamaan dengan dunia menyebabkan manusia berhubungan secara kritis dengan dunia. Manusia tidak hanya bereaksi secara refleks seperti binatang, tetapi memilih, menguji, mengkaji dan mengujinya lagi sebelum melakukan tindakan. Tuhan memberikan kemampuan bagi manusia untuk memilih secara reflektif dan bebas. Dalam relasi seperti itu, manusia berkembang menjadi suatu pribadi yang lahir dari dirinya sendiri. Bertolak dari pemahaman yang demikian itu, maka ia menawarkan sistem pendidikan alternatif sebagai pengganti pendidikan “gaya bank” yang ditolaknya. Sistem pendidikan alternatif yang ditawarkan Freire disebut pendidikan “hadap-masalah”. 

c. Pendidikan “Hadap-Masalah”: Suatu Pendidikan Alternatif.
Pendidikan “hadap-masalah” sebagai pendidikan alternatif yang ditawarkan oleh Freire lahir dari konsepsinya tentang manusia. Manusia sendirilah yang dijadikan sebagai titik tolak dalam pendidikan hadap-masalah. Manusia tidak mengada secara terpisah dari dunia dan realitasnya, tetapi ia berada dalam dunia dan bersama-sama dengan realitas dunia. Realitas itulah yang harus diperhadapkan pada nara didik supaya ada kesadaran akan realitas itu. Konsep pedagogis yang demikian didasarkan pada pemahaman bahwa manusia mempunyai potensi untuk berkreasi dalam realitas dan untuk membebaskan diri dari penindasan budaya, ekonomi dan politik.
Kesadaran tumbuh dari pergumulan atas realitas yang dihadapi dan diharapkan akan menghasilkan suatu tingkah laku kritis dalam diri nara didik. Freire membagi empat tingkatan kesadaran manusia, yaitu : 

1) Kesadaran intransitif, dimana seseorang hanya terikat pada kebutuhan jasmani, tidak sadar akan sejarah dan tenggelam dalam masa kini yang menindas.

2) Kesadaran semi intransitif atau kesadaran magis. Kesadaran ini terjadi dalam masyarakat berbudaya bisu, dimana masyarakatnya tertutup. Ciri kesadaran ini adalah fatalistis. Hidup berarti hidup di bawah kekuasaan orang lain atau hidup dalam ketergantungan.

3) Kesadaran Naif. Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk mempertanyakan dan mengenali realitas, tetapi masih ditandai dengan sikap yang primitif dan naif, seperti: mengindentifikasikan diri dengan elite, kembali ke masa lampau, mau menerima penjelasan yang sudah jadi, sikap emosi kuat, banyak berpolemik dan berdebat tetapi bukan dialog.

4) Kesadaran kritis transitif. Kesadaran kritis transitif ditandai dengan kedalaman menafsirkan masalah-masalah, percaya diri dalam berdiskusi, mampu menerima dan menolak. Pembicaraan bersifat dialog. Pada tingkat ini orang mampu merefleksi dan melihat hubungan sebab akibat. 

Bagi Freire pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran kritis transitif. Memang ia tidak bermaksud bahwa seseorang langsung mencapai tingkatan kesadaran tertinggi itu, tetapi belajar adalah proses bergerak dari kesadaran nara didik pada masa kini ke tingkatan kesadaran yang di atasnya. Dalam proses belajar yang demikian kontradiksi guru-murid (perbedaan guru sebagai yang menjadi sumber segala pengetahuan dengan murid yang menjadi orang yang tidak tahu apa-apa) tidak ada. Nara didik tidak dilihat dan ditempatkan sebagai obyek yang harus diajar dan menerima. Demikian pula sebaliknya guru tidak berfungsi sebagai pengajar. Guru dan murid adalah sama-sama belajar dari masalah yang dihadapi. Guru dan nara didik bersama-sama sebagai subyek dalam memecahkan permasalahan. Guru bertindak dan berfungsi sebagai koordinator yang memperlancar percakapan dialogis. Ia adalah teman dalam memecahkan permasalahan. Sementara itu, nara didik adalah partisipan aktif dalam dialog tersebut.
Materi dalam proses pendidikan yang demikian tidak diambil dari sejumlah rumusan baku atau dalil dalam buku paket tetapi sejumlah permasalahan. Permasalahan itulah yang menjadi topik dalam diskusi dialogis itu yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami oleh nara didik dalam konteksnya sehari-hari, misalnya dalam pemberantasan buta huruf. Pertamatama peserta didik dan guru secara bersama-sama menemukan dan menyerap tema-tema kunci yang menjadi situasi batas (permasalahan) nara didik. Tema-tema kunci tersebut kemudian didiskusikan dengan memperhatikan berbagai kaitan dan dampaknya. Dengan proses demikian nara didik mendalami situasinya dan mengucapkannya dalam bahasanya sendiri. Inilah yang disebut oleh Freire menamai dunia dengan bahasa sendiri. Kata-kata sebagai hasil penamaan sendiri itu kemudian dieja dan ditulis. Proses demikian semakin diperbanyak sehingga nara didik dapat merangkai kata-kata dari
hasil penamaannya sendiri.

d. Relevansi Pemikiran Freire dalam Konteks Indonesia.
Allen J.Moore mengatakan bahwa konsep Freire yang dirumuskan dalam konteks Amerika Latin tidak bisa
diterapkan begitu saja dalam konteks yang berbeda sebab situasinya dan permasalahannya tidak sama.
Peringatan Moore ini adalah satu kendali supaya kita tidak bertindak naif dalam menganalisis suatu permasalahan dalam konteks yang khas. Hal itu sekaligus menjadi peringatan supaya kritikan Freire dapat dipakai secara kritis dalam menganalisis permasalahan pendidikan di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Memang harus diakui bahwa konteks permasalahan Amerika Latin, khususnya Brasilia tidak sama persis dengan permasalahan dalam masyarakat Indonesia, tetapi dalam banyak hal kita menemukan persamaan. Masyarakat Indonesia yang terdiri atas suku-suku adalah masyarakat hierarkis yang nampak dalam strata sosial yang mempunyai sebutan khas di berbagai daerah.  Walaupun strata sosial ini sudah tidak terlalu nampak tetapi justru telah lahir suatu strata sosial baru yang prakteknya hampir sama dengan feodalisme tradisional. Pemegang kendali dalam feodalisme modern adalah kelompok pedagang/pengusaha yang menguasai ekonomi lebih dari setengah kekayaan yang ada. Kelompok tersebut mengakumulasikan kekayaan kurang lebih 80 % kekayaan Indonesia padahal jumlah mereka tidak lebih dari 20 % dari jumlah penduduk. Kedua kelompok “penindas” tersebut semakin memperkokoh kekuasaannya sebab secara praktik hanya mereka yang mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi yang sangat mahal dan terpola dalam sistem kekuasaan itu. Generasi itulah yang kemudian menjadi pewaris “tahta penindasan”. Kalau ada dari kelompok rakyat kecil yang mampu mengecap pendidikan tinggi, ia akan berubah menjadi pemegang kendali feodalisme baru itu baik dalam rangka balas dendam maupun dalam “penindasan” terhadap sesamanya kaum “tertindas”.  
Salah satu kritikan Freire adalah pendidikan yang berupaya membebaskan kaum tertindas untuk menjadi penindas baru. Bagi Freire pembebasan kaum tertindas tidak dimaksudkan supaya ia bangkit menjadi penindas yang baru, tetapi supaya sekaligus membebaskan para penindas dari kepenindasannya.
Dalam proses belajar mengajar, pemerintah Republik Indonesia telah mengupayakan untuk menerapkan pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA), tetapi hanya metodenya sajalah yang CBSA. Sementara materi yang disampaikan masih merupakan barang asing yang tidak lahir dari dalam konteks dimana manusia itu ada sehingga pada akhirnya siswa kembali menjadi “bank” penyimpanan sejumlah pengetahuan. Memang siswa aktif belajar dan mungkin berdiskusi dalam kelas tetapi yang  didiskusikan dan dipelajari dalam kelas adalah sejumlah dalil dan rumus yang tidak punya hubungan dengan kehidupannya. Lagi pula relasi guru-siswa adalah pengajar dan yang diajar. Siswa adalah yang belum tahu dan harus diberitahu sedangkan guru adalah yang sudah tahu dan akan memberitahukan. Bukankah itu semua yang disebut oleh Paulo Freire dengan pendidikan “gaya bank”? 

Marthen Manggeng/www.oaseonline.org/