Gunung-gunung megah tampak berdiri dengan gagah
Perkasa menyangga alam dengan hijaunya yang kukuh
Membuat pandangan mata jadi sesejuk embun
Dan tarikan nafas seringan kapas, Oh,,,
Betapa nikmatnya hidup ketika udara dapat dihirup
dengan bebas
tanpa batas
Itulah kemarin dan hari ini
Itulah mimpi manusia paling abadi
Namun entah esok atau lusa
Bulan depan atau tahun depan
Masihkah udara sesejuk, seringan dan sebebas kita
hirup seperti hari ini?
Aku tak yakin,,,,,
Sebab esok kenyataan pahit akan meruntuhkan mimpi
indah malam tadi
Pagi-pagi kudengar dari burung hantu yang mulai gelisah
Para cukong dan perampok sedang berdiskusi dan
sesekali tertawa
Menyusun rencana menukar kemerdekaan lingkungan kita
dengan nafsu serakah mereka
Dibalik dinding-dinding gedung yang kedap suara, yang
dibangun dari uang pajak sodara,,sodara dan sodara
Aku yakin,,,
Bila nanti pohon-pohon telah menjadi tiang-tiang mall
yang menjulang
Bila bukit dan gunung tak lagi menjulang kokoh memaku
bumi
Bila sawah-sawah tak lagi terhampar karena sudah jadi
pelataran parkir
Puluhan bahkan ratusan ribu anak-anak kita
Takkan lagi mengenal padi yang setiap saat mereka
makan
Takkan lagi mengenal pohon dan hutan yang udaranya
mereka hirup setiap detik
Lantas, kalian mau berpangkutangan mendapati kenyataan
hak hidup anak-anakmu direnggut dari tanganmu sendiri?
Bila saat itu tiba, aku bertanya
Kemanakah perginya mereka para cukong dan perampok
yang kemarin bergelimang harta bermandikan kemewahan
dari hutan yang mereka tebang
dari sungai
yang mereka cemari
dari mata air yang mereka hisap habis
dari tanah yang mereka kencingi
dari binatang yang mereka keringkan di ruang-ruang
tamu?
Aku bertanya..... beranikah kau nyalakan nyalimu menjadi
api?
Inilah
puisiku
kegelisahan
ditengah gelak-tawa orang-orang sesat pikir
yang
bicara pemberdayaan dan pembangunan tapi tak berpihak pada lingkungan yang semakin
sekarat
yang
bicara pendidikan tapi tak menyentuh realitas kehidupan
apalah
artinya
Inilah
puisiku Tuhan,, sebuah bola api di mulutku
Sebab
ketika mulutku meneriakkan lingkungan hidup
pada
saat yang sama mataku melihat lingkungan berangsur mati
dirusak dan ditukar dengan rupiah yang semakin tak berarti
Aku marah, Tuhan, Aku marah...!
Persembahan Dari : GirimadaniSenter
Untuk :
Komunitas Pencinta Lingkungan Lestari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar